"Dalam kasus TPPU, penyidik, penuntut, dan majelis hakim berhak meminta bank membuka data transaksi keuangan. Jika diminta, bank harus memenuhinya," kata pakar hukum TPPU Pahrur Dalimunthe dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 18 Agustus 2025.
Pembukaan rekening koran terdakwa TPPU wajib dibuka untuk melacak asal-usul uang (
follow the money). Hal ini penting untuk membuktikan ada/tidaknya aliran dana yang ditempatkan, diubah bentuk, atau dialihkan ke pihak lain.
Pembukaan rekening koran terdakwa juga bertujuan melacak aset hasil kejahatan. Menurut Pahrur, TPPU merupakan tindak pidana lanjutan sehingga data yang dibuka tidak hanya terbatas pada nilai kejahatan awal, melainkan seluruh transaksi terkait upaya pencucian uang.
"Tujuannya untuk memastikan seluruh aset hasil kejahatan dapat dilacak dan disita," jelas Pahrur.
Perbankan juga tidak bisa dituntut dengan sangkaan pelanggaran kerahasiaan nasabah. Sebab, bank punya kekebalan hukum dalam kasus TPPU.
"UU TPPU secara eksplisit memberikan imunitas kepada bank yang memenuhi permintaan penegak hukum untuk membuka data rekening sebagaimana diatur Pasal 28, 29, dan 72 ayat (2) UU TPPU," lanjutnya.
Maka dari itu, Pahrur menyoroti sikap terdakwa Nikita Mirzani yang memprotes kebijakan perbankan membuka data rekening koran di persidangan.
Sebaliknya, terdakwa justru bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membela diri.
"Pembukaan rekening bisa menjadi alat pembuktian terbalik (
reverse burden of proof). Jika Nikita Mirzani bisa membuktikan, tuduhan TPPU bisa dimentahkan," pungkasnya.
Nikita Mirzani sebelumnya protes dan mengancam akan melayangkan somasi kepada bank lantaran membuka rekening koran tanpa izinnya. Rekening koran tersebut dibeberkan dalam sidang pemerasan dan TPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 14 Agustus 2025 lalu.
BERITA TERKAIT: