Penegasan tersebut disampaikan mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK) Kemnaker, Suhartono usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemerasan dan gratifikasi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemnaker tahun 2020-2023.
Suhartono mengatakan, setiap masalah dan temuan disampaikan dalam rapat pimpinan (Rapim) bersama Menteri Ketenagakerjaan saat itu, Ida Fauziyah.
"Setiap Rapim, misalnya ada temuan dan sebagainya, pasti ada suatu laporan yang diminta, kepada atasan. Saya minta pertanggungjawaban kepada teman-teman di bawah," kata Suhartono di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 2 Juni 2025.
Menurutnya, laporan pertanggungjawaban kepada pimpinan adalah hal biasa dilakukan dalam birokrasi, termasuk di Kemnaker.
Meski demikian, ia tidak menjawab secara gamblang soal dugaan keterlibatan Menteri Ida Fauziyah dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi calon TKA.
"Ehhh," gumam Suhartono tanpa melanjutkan pernyataannya.
Suhartono menjalani pemeriksaan sejak pukul 13.42 WIB hingga pukul 15.36 WIB di Gedung Merah Putih KPK.
Meski belum diumumkan resmi oleh KPK, informasi yang diperoleh redaksi, Suhartono telah menjadi tersangka bersama tujuh orang lainnya. Mereka adalah Direktur Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019-2024, Haryanto; Direktur PPTKA tahun 2017-2019, Wisnu Pramono; dan Direktur PPTKA tahun 2024-2025, Devi Angraeni.
Kemudian Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing tahun 2021-2025, Gatot Widiartono; Petugas Hotline RPTKA periode 2019-2024, Putri Citra Wahyoe; Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019-2024, Jamal Shodiqin; dan Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018-2025, Alfa Eshad.
Para tersangka disebut mampu mengumpulkan uang mencapai Rp53 miliar dari dugaan pemerasan terhadap calon TKA.
BERITA TERKAIT: