Menurut Yusril, putusan hakim Imelda Herawati beberapa waktu berbunyi, permohonan Firli tidak dapat diterima, alasannya, permohonan mengandung ketidakjelasan antara hukum formil dan materil sesuai eksepsi termohon, yakni Polda Metro Jaya.
"Itu bukan berarti permohonan ditolak, maka permohonan praperadilan dapat diulang lagi. Saran saya begitu (kembali mengajukan praperadilan)" kata Yusril kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (26/12).
Karena, tambah dia, jika putusan "tidak dapat diterima" atau
niet ontvankelijk verklaard, bermakna hakim belum masuk ke pokok perkara, baru masuk ke aspek formil saja.
"Karena itu permohonan dapat diulang. Dalam kasus praperadilan sudah ada yurisprudensi, permohonan kedua setelah putusan 'tidak dapat diterima' akhirnya diterima hakim," jelasnya.
Menurut Yusril, penetapan tersangka yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap Firli terkesan dilakukan tergesa-gesa. Sehingga tidak terdapat tenggang waktu cukup menurut penalaran yang wajar, antara penyelidikan dan penetapan tersangka.
"Saya pribadi berpendapat, banyak misteri menyelimuti penetapan status tersangka terhadap Firli," katanya.
Apalagi, sambungnya, dua alat bukti permulaan yang cukup juga belum terpenuhi untuk menetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, gratifikasi, dan suap seperti dituduhkan Polda Metro Jaya.
"Karena penetapan tersangka terhadap Firli bukan semata-mata berkaitan pribadinya, tetapi juga terkait lembaga penegak hukum dalam Tipikor, maka sebaiknya kasus ini diakhiri, untuk menjaga wibawa masing-masing lembaga," pungkas Yusril.
BERITA TERKAIT: