Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berkata Kotor dan Lempar Mikrofon, Jadi Alasan Jaksa KPK Perberat Tuntutan Lukas Enembe

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 13 September 2023, 14:20 WIB
Berkata Kotor dan Lempar Mikrofon, Jadi Alasan Jaksa KPK Perberat Tuntutan Lukas Enembe
Sidang vonis Lukas Enembe di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Rabu (13/9)/RMOL
rmol news logo Sikap tidak sopan di persidangan dengan mengeluarkan kata-kata kotor dan melempar mikrofon yang ditunjukkan mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, berujung buruk. Hal itu jadi salah satu alasan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperberat hukuman terhadap Lukas.

Saat menyampaikan pertimbangan pertanggungjawaban, Jaksa KPK mengatakan, dalam persidangan terdakwa Lukas telah melakukan perbuatan-perbuatan, di antaranya mengeluarkan kata-kata kotor disertai cacian, dan melemparkan mikrofon di depan hakim.

"Perbuatan terdakwa Lukas Enembe tersebut merupakan perbuatan tercela dan tidak pantas di Pengadilan atau misbehaving in court dengan maksud dan tujuan merongrong kewibawaan lembaga peradilan. Oleh karenanya hal tersebut dapat dikategorikan sebagai contempt of court dan dapat dijadikan alasan untuk memperberat hukuman atas diri terdakwa Lukas Enembe," kata Jaksa KPK, Arjuna Budi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu siang (13/9).

Sehingga, dalam kesimpulannya, tim Jaksa KPK juga turut memasukkan perbuatan Lukas tersebut ke hal-hal yang memberatkan tuntutan.

"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, terdakwa bersikap tidak sopan selama persidangan," tutur Jaksa Wawan.

Sementara untuk hal-hal yang meringankan tuntutan, terdakwa Lukas belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan 6 bulan, dan denda sejumlah Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan," kata Jaksa Wawan saat membacakan amar tuntutan.

Menurut Jaksa Wawan, Lukas terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan dakwaan Kesatu, Pertama melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Dan dakwaan Kedua Pasal 12B UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp47.833.485.350 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap," terang Jaksa Wawan.

Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar pidana pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 3 tahun.

"Menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana," imbuh Jaksa.

Menurut Jaksa, Lukas terbukti menerima hadiah yang keseluruhannya sebesar Rp45.843.485.350 (Rp45,8 miliar) bersama-sama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas PU Pemprov Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas PUPR Pemprov Papua tahun 2018-2021.

Uang tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya, dan PT Melonesia Cahaya Timur sebesar Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar).

Selanjutnya, menerima uang dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu sebesar Rp35.429.555.850 (Rp35,4 miliar).

Uang tersebut diberikan agar terdakwa Lukas bersama-sama dengan Mikael dan Gerius mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka menang dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua TA 2013-2022.

Selain itu, Jaksa meyakini, terdakwa Lukas juga terbukti menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1,99 miliar dari Budy Sultan selaku kontraktor yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya selaku Gubernur Papua periode 2013-2018. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA