Begitu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menanggapi polemik penetapan Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi, sebagai tersangka dugaan suap kasus pengadaan barang dan jasa.
“Pasal 1 butir 14 KUHAP, dijelaskan pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana,” kata Alex dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/7).
Alex menguraikan, dalam kegiatan tangkap tangan Koorsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto bersama sembilan orang lainnya dibenarkan secara aturan karena sudah mendapatkan setidaknya dua alat bukti yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronik berupa rekaman penyadapan atau percakapan.
“Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” urainya.
Kata Alex, bahkan saat gelar perkara turut dihadiri oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan KPK dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI. Pihak-pihak yang ikut gelar perkara ini tidak ada yang keberatan dengan adanya penetapan para tersangka.
“Dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak/keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya,” tuturnya.
Kelima tersangka tersebut di antaranya Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) berinisial Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati, (IGK) Marilya (MR), Dirut PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA), dan Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC).
Alex menambahkan, dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. Oleh karena itu, kata dia, KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku.
“Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan permohonan maaf kepada Panglima TNI beserta jajarannya atas penanganan tangkap tangan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI.
Wakil ketua KPK Johanis Tanak mengatakan bahwa pihaknya telah mengakui ada kekhilafan ketika melakukan OTT terkait dengan dugaan pengadaan alat deteksi korban reruntuhan di Basarnas.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," ujar Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (28/7).
Tanak pun meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas operasi senyap dan melibatkan anggota TNI.
"Oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan, dan ke depan kami berupaya kerjasama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain atas tindak pidana korupsi yang lain," demikian Tanak.
BERITA TERKAIT: