Paradoks Polisiku

Sabtu, 15 April 2017, 17:40 WIB
SEMAKIN geli kita melihat kinerja kepolisian RI. Mempertontonkan paradoks penegakan hukum antara penista agama dan pejuang keadilan. Sebagaimana Polres Metro Jakarta Selatan yang menterrsangkakan dan menahan orang mendeklarasi 'Memilih Pemimpin Muslim'. Deklarator dinilai telah menyebarkan kebencian ras, dan etnis.

Aneh bin ajaib! Padahal, anjuran memilih pemimpin berdasarkan suku dan agama tidak terlarang dalam demokrasi dan agama. Ajaran Islam tegas melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin. Tidak ada yang salah disini. Kenapa dipersoalkan?

Beda soal ucapan Ahok di Kepulauan Seribu menghimbau masyarakat jangan sampai terhasut Ayat Al Maidah 51. Ahok bukan Islam dan ahlinya menafsirkan Alqur'an Terkecuali ia sebatas menerangkan dirinya berhak dipilih karena tidak ada larangan dalam konstitusi, itu lain cerita.

Tidak ada sedikitpun penyesalan dalam diri ahok sebagaimana wawancaranya dengan Al-Jazerah TV.  Dalam sebuah rapat pemda ia masih terus mengolok-olok membuat wifi dinamakan 'Al MAIDAH 51' dengan password 'KAFIR'.

Ketika ditanya hakim dipersidangan maksud membuat wifi tersebut, seperti biasa Ahok mencoba mengeles. Katanya untuk menyindir PNS-PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang tidak suka terhadapnya, katanya.

Penjelasan konyol dan tidak ada relevansinya. Tidak ada kata pantas selain durjana disematkan kepadanya.

Mengapa si durjana Ahok yang sudah demikian menista agama begitu dilindungi dan diistimewakan. Tidak ditahan seperti para tersangka yang dikenakan delik serupa. Diminta penundaan sidang melalui surat Kapolda yang tidak lazim. Meski menjadi pesakitan ia diiajak bersalaman dengan tamu kehormatan negara The King Salman dan pulang semobil dengan Presiden RI.

Aturan undang-undang ditabrak, yang mewajibkan pejabat setelah menyandang status terdakwa diberhentikan sementara dari jabatannya. Bahkan dibiarkan bertindak semakin gila dan brutal menyebarkan video Sara memfitnah umat Islam melakukan kerusuhan Mei 98.

Begitu kontras dialami deklarator 'Memilih Cagub Muslim', ulama, aktifis, penghinaan aseng terhadap Tuan Guru Badjang. Dan, bagi siapa saja pribumi yang berani lantang menyerukan hukum dan keadilan ditegakkan oleh penguasa. [***]

Martimus Amin
(Penggiat sosial dan hukum)


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA