FMPP-Papua Tanya Kelanjutan Kasus Pengadaan Pesawat Grand Caribou Oleh Kejagung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 06 April 2017, 19:55 WIB
FMPP-Papua Tanya Kelanjutan Kasus Pengadaan Pesawat Grand Caribou Oleh Kejagung
Ilustrasi/Net
rmol news logo Sejumlah perwakilan Masyarakat Papua, yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) mempertanyakan Kejaksaan Agung soal kelanjutan tindak pidana korupsi yang terjadi pada pengadaan pesawat Grand Caribou di Kabupaten Puncak, Papua.

Ketua Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) Arnold Wendanas menjelaskan, penyidikan kasus ini sudah berlangsung di Jampidsus Kejaksaan Agung selama dua tahun namun tidak ada kejelasan. Padahal, tahun lalu, Jampidus sempat menyampaikan, proses penyelidikan telah ditingkatkan menjadi proses penyidikan.
 
"Kami dari Forum ini dan dari Masyarakat Kabupaten Puncak, Papua, mempertanyakan kinerja Jampidus dalam pengusutan kasus yang sudah dilaporkan sejak 2015 lalu itu. Kalau tahun lalu, Jampidsus menyampaikan sudah masuk ke tahapan penyidikan, mengapa sampai kini tidak ada lagi kabar beritanya?” kata dia di Jakarta, Kamis (6/4).
 
Diungkapkan Arnold, bukan sekali dua kali mereka mempertanyakan pengusutan atas pembelian pesawat jenis DHC-4T Turbo Caribou itu. Sejak diusut oleh Kejaksaan Tinggi Papua, hingga di-ambilalih oleh Pidsus Kejaksaan Agung, masyarakat Papua sudah mengikuti dan mempertanyakan terus perkembangannya. "Bahkan, sebelumnya kami juga telah mendatangi Kantor Sekretariat Negara, untuk mempertanyakan hal ini,” ujarnya.
 
Mengapa Masyarakat Papua bersusah-susah datang dari Indonesia Timur ke Kejaksaan Agung RI? Menurut Arnold, pembelian pesawat merek DHC-4T Turbo Caribou yang diduga merugikan keuangan Negara yang peruntukannya Rakyat Papua sebesar Rp 146 miliar itu adalah mimpi buruk bagi masyarakat di Kabupaten Puncak, Papua.
 
"Pembelian pesawat itu adalah mimpi buruk bagi kami. Pertama-tama, kami Masyarakat Papua merasa dibohongi dengan pembelian pesawat itu. Bukan pesawat itu prioritas kami. Pembelian pesawat itu sudah kami protes berkali-kali ketika masih proses peng-anggaran di Pembkab Puncak dan DPRD, tidak mau dengar mereka. Kedua, pesawat itu adalah pesawat tidak jelas, pesawat bekas, namun dibeli dengan harga seperti harga pesawat baru. Ketiga, pesawat itu pun sudah tidak bisa dipergunakan. Pada saat latihan uji coba, pesawat itu sudah langsung jatuh, hancur. Dan terancamlah nyawa orang-orang Papua. Padahal peswat baru beli,” tutur Arnold.
 
Arnold juga menyayangkan sikap Bupati Puncak, Papua Willem Wandik dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan, yang memaksakan pembelian pesawat tersebut. Anggaran yang sangat besar, menurut dia, dibuang dan sangat merugikan masyarakat Papua.
 
"Sedangkan untuk perbaikan jalan-jalan di Kabupaten Puncak pun Pak Bupati tidak peduli. Jangankan jalan kampung, jalanan di depan Kantor Bupati dan Kantor DPRD di Kabupaten Puncak, Papua pun hancur. Hampir semua fasilitas umum yang mendasar tidak ada yang bisa dipergunakan baik,” ungkapnya.
 
Arnold mengatakan, selama  menjadi Bupati Puncak, Papua,  Willem Wandik belum melakukan perbaikan fasilitas dan juga perkembangan penduduk yang baik. Bahkan, hampir semua anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Puncak itu dimonopoli oleh Bupati dan keluarganya.
 
"Bupati jarang sekali ada di Kabupaten Puncak. Mengunjungi kami warga pun tidak pernah. Pada saat mau pilkada saja dia datang.Setelah jadi Bupati, tidak pernah kelihatan lagi. Kami tidak tahu apa saja yang dikerjakan oleh Bupati. Yang pasti, dari proses pembangunan di Kabupaten Puncak, tidak ada yang terjadi. DPRD pun dikendalikan oleh Bupati. Ini semua seperti mimpi buruk bagi kami,” ujar Arnold. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA