Informasi penculikan dua nelayan Indonesia itu diamini militer Malaysia:
The Eastern Sabah Security Command atau Komando Pengamanan Timur Sabah (Esscomm). Kepala Escomm Datuk Wan Abdul Bari Wan Abdul Khalid mengatakan, mereka diculik di perairan Merabung, Lahat Datu, Malaysia Timur.
Awalnya, tak ada tanda-tanda mencurigakan di perairan kawasan Malaysia itu hingga dini hari Sabtu lalu. Termasuk, keamanan atas sebuah kapal penangkap ikan dengan 13 kru di dalamnya, dua di antaranya nelayan asal Indonesia.
Nah, sekitar setengah delapan pagi waktu setempat, tiba-tiba sebuah speed boat berisikan lima orang pria bertopeng dan bersenjata merangsek ke kapal nelayan itu. Mereka menangkap dua orang pria yang belakangan diketahui WNI. Mereka berusia 43 dan 36 tahun.
"Sebuah kapal dengan lima pria bertopeng dan membawa senjata laras panjang mendekati kapal tersebut," cerita Abdul Bari, seperti dikutip media asal Malaysia,
New Strait Times, kemarin.
Bersenjata dan bertopeng, sontak membuat 13 orang nelayan di atas kapal merasa takut untuk melawan. Mereka pun hanya menunduk ketika orang-orang bertopeng itu menyerbu kapal dan langsung menghancurkan sistim komunikasi kapal. "Mereka juga merampas seluruh ponsel dan uang milik kru kapal," tambahnya.
Usai merusak dan merampas harta benda di atas kapal, perompak seolah belum puas. Mereka melakukan penculikan atas dua nelayan yang kebetulan WNI. Padahal, di atas kapal ada 13 pria yang kebanyakan warga Malaysia.
Kapal perompak pun melarikan diri ke perairan internasional tepatnya ke arah Filipina. Sementara, kapal korban berupaya mendekati kapal nelayan lain dan meminta pertolongan. "Salah seorang kru mengontak temannya, yang kemudian memberikan informasi kepada Esscom," terangnya.
Bak gayung bersambut, militer Filipina menduga insiden itu terkait dengan kelompok teroris Abu Sayyaf. Kelompok itu, tengah diburu ribuan militer Filipina. "Para pria bersenjata dan korbannya mengarah ke Filipina Selatan," kata juru bicara militer Filpina, Mayor Filemon Tan, kepada wartawan, kemarin.
Singkat cerita, jejak perompak itu sempat terlacak militer Filipina dan berusaha mengejarnya. Sayang, speedboat perompak lebih licin dan lolos dari pengejaran. Dia yakin, pelakunya adalah kelompok Abu Sayyaf.
Abu Sayyaf beroperasi di perairan Kepulauan Sulu, dekat dengan Malaysia. Didirikan dengan agenda separatisme dan menyatakan tunduk pada militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) serta Al-Qaeda.
Aksi penculikan terhadap dua ABK WNI itu hanya berjarak dua pekan setelah peristiwa serupa menimpa dua nakhoda WNI asal Buton, Sulawesi Tenggara. Mereka juga diculik di dua kapal berbeda saat sedang melaut di perairan Sabah timur.
Sementara, Kementerian Luar Negeri Indonesia membenarkan kabar penculikan tersebut. Juru bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir mengatakan Kemenlu sudah menerima informasi tersebut.
"Kita sudah mendapatkan informasi tersebut tadi malam sekitar pukul 21.00 WIB dari sumber kita di Sabah. Konsulat RI Tawau pagi ini sudah mengirimkan tim ke Kunak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,"ujar Arrmanatha Nassir saat dikonfirmasi wartawan, kemarin.
Setahun terakhir, angka penculikan pelaut di perairan Sabah meningkat pesat. Penculikan terakhir terjadi pada 5 November, dimana kelompok bersenjata menculik nelayan WNI dari kapalnya. Pada 18 Juli lima WN Malaysia juga menjadi korban penculikan di perairan Lahad Datu. Mereka ditahan kelompok Abu Sayyaf yang meminta tebusan.
Para menlu dan menteri pertahanan dari Indonesia, Malaysia dan Filipina sudah bertemu dan membahas soal penculikan. Ketiga negara sepakat bekerjasama. Presiden Filipina Rodrigo Duterte juga sudah memberikan izin pada pihak berwenang dari Indonesia dan Filipina untuk tetap mengejar penculik yang memasuki perairan Filipina. ***
BERITA TERKAIT: