Hal itu terkait kasus sengketa Pilkada Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara yang hingga kini tak kunjung selesai, setelah berapa kali MK mengeluarkan putusan sela.
Anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan menyayangkan perilaku MK yang semakin hari semakin bobrok dan tidak mencerminkan supremasi hukum yang baik.
"Undang-ndang (pilkada) nya tidak salah, tapi kita salah kembali memberikan kesempatan kepada MK. Kita sangka MK hakimnya isinya negarawan tapi ternyata setan-setan," bebernya dalam diskusi bertema 'Ada Apa Dengan Pilkada Kabupaten Muna?' di Artotel, Jakarta (Minggu, 17/7).
Menurut Arteria, MK telah melakukan kejahatan demokrasi yang terstruktur dan masif. Dalam Pilkada Kabupaten Muna, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) hingga dua kali, padahal PSU pertama sudah dilakukan dan memenuhi semua persyaratan yang diminta. Dia memastikan bahwa hal itu cerminan MK dikendalikan kepentingan tertentu yang tidak puas dengan keputusan rakyat dalam pilkada.
"Ini adalah tragedi demokrasi. Sistem hukum kita kalah oleh pemegang kekuasaan, kalah sama pengusaha dan pemegang kapital. Dalam konteks putusan sela untuk ke sekian kalinya putusan MK bermasalah. MK melakukan akrobat hukum secara tanpa dasar hukum, tanpa mencermati dasar hukum, dan tanpa menggunakan akal sehat," jelasnya.
Berlarutnya sengketa Pilkada Kabupaten Muna juga disebut Arteria sangat mencitrakan MK sebagai agen penerus kepentingan golongan, mengeluarkan putusan yang justru bertentangan dengan fakta di lapangan. Baru kali ini juga MK mengeluarkan putusan atas dasar asumsi adanya pemilih ganda, padahal hakim MK dalam mengeluarkan putusan tidak boleh berdasarkan asumsi.
"MK juga menganggu fakta yang ada. Rakyat jangan bakar pasar, itu Gedung MK dibakar harusnya. Mari kita bongkar-bongkaraan soal perangai hakim MK ini," tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.
[wah]
BERITA TERKAIT: