Dalam Survei "Perempuan Angkatan Kerja di Quetta", yang memperlihatkan angka yang sangat kecil itu, Bank Dunia menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan di kota itu memiliki pekerjaan bernilai tambah rendah, yang berbasis di rumah.
Dimuat ANI News, Senin (3/4), dalam laporan tersebut perempuan pada dasarnya dipekerjakan di pusat manufaktur sebagai pekerja garmen dan kerajinan tangan. Sementara mereka yang dan minoritas berpendidikan tinggi akan melakukan pekerjaan yang lebih terampil seperti guru atau profesional kesehatan.
Sementara dibandingkan dengan perempuan, 72 persen laki-laki berpartisipasi lebih banyak dalam pasar tenaga kerja, dengan pekerjaan yang lebih tinggi, dan yang diterima oleh sosial.
"Norma sosial tampaknya menjadi faktor paling kuat dalam menentukan interaksi perempuan (yang jomplang) dengan ruang publik dan tenaga kerja," kata survei tersebut.
Menurut media Dawn, untuk menggeser norma sosial yang melekat di Quetta, diperlukan upaya kebijakan jangka panjang, guna mendorong pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut.
Langkah itu bisa dimulai dari penyebaran pesan positif yang strategis tentang sosok panutan perempuan yang kuat, dan menghilangkan pembatasan dari permintaan dan penawaran yang terlalu sulit dalam merekrut pekerja perempuan, sehingga mereka tidak merasa enggan untuk mengambil pekerjaan itu.
BERITA TERKAIT: