Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-251/PJ/2025. Dalam baleid itu, DJP menetapkan banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, hingga gempa bumi di wilayah Sumatera sebagai keadaan kahar (force majeure), sehingga kewajiban perpajakan diberikan relaksasi.
“Kepada wajib pajak yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat diberikan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan,” tulis keputusan tersebut, dikutip redaksi di Jakarta, Jumat 19 Desember 2025.
Penghapusan sanksi administratif berlaku atas kewajiban perpajakan yang jatuh tempo pada periode 25 November 2025 hingga 31 Desember 2025.
Relaksasi mencakup keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa maupun SPT Tahunan, keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak, serta keterlambatan pembuatan faktur pajak.
“Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan/atau STP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam hal ini, sanksi administratif yang dimaksud berupa denda dan/atau bunga, serta denda administratif,” jelas DJP.
Apabila sanksi administratif telah terbit lebih dahulu, DJP memerintahkan kepala kantor wilayah untuk menghapus sanksi tersebut.
Selain itu, DJP juga memberikan perpanjangan waktu bagi wajib pajak di Sumatera untuk pelaporan SPT serta pembayaran atau penyetoran pajak hingga batas akhir 30 Januari 2026. Adapun faktur pajak untuk masa pajak November dan Desember 2025 dapat dibuat paling lambat pada 30 Januari 2026.
BERITA TERKAIT: