Manajemen memaparkan, hal itu berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya, di mana ASHA mencatat laba senilai Rp13,78 pada 2022.
Manajemen pun memaparkan penyebab kerugian yang dialami perusahaan. Menurutnya, kondisi ini berlangsung saat penjualan ikan ASHA melandai 10 persen yoy menjadi Rp404,35 miliar, dipengaruhi tekanan terhadap ekspor sebesar 43 persen, tersisa Rp67,05 miliar, dari semula Rp118 miliar.
Manajemen mengungkapkan ada penurunan demand (permintaan) ekspor sekaligus harga pembelian dari China seiring perubahan perilaku konsumsi.
"Pada pasar China ada switching, dari sebelumnya mereka sudah konsumsi produk dengan nilai yang cukup tinggi ke nilai yang lebih ekonomis," kata manajemen dalam paparan publik di Jakarta, baru-baru ini, dikutip Senin (17/6).
Hal ini menyebabkan perusahaan melakukan cadangan penurunan persediaan sebesar Rp8,5 miliar.
"Akibatnya perusahaan mencatatkan kerugian sebesar Rp20 miliar," kata manajemen.
Perusahaan masih fokus mengoptimalkan penjualan di pasar domestik, dengan mendorong transaksi bisnis ke bisnis (B2B). Lebih jauh diversifikasi produk dan pasar tengah dipacu agar mampu menyasar market potensial selain China.
Hingga akhir Maret 2024, penjualan ikan ASHA menembus Rp54,28 miliar. Realisasi ini turun 28,3 persen yoy dari periode sama tahun lalu senilai Rp75,77 miliar.
BERITA TERKAIT: