"Peluang hilirisasi perikanan begitu besar, artinya kalau tidak ikut terlibat bisa-bisa kita ketinggalan di 2029," ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo di Indonesia Aquaqulture Business Forum (IABF) 2024 di Jakarta, Selasa (30/4).
Budi memaparkan dari sisi permintaan, produk bermutu, bergizi dan bernilai tambah menjadi kata kunci yang kini dicari pasar. Karenanya, produk berlabel traceability, eco friendly, sustainability, ready to eat, ready cook dan ready to serve semakin diminati konsumen.
"Artinya apa, konsumen kita semakin cerdas karena menghendaki produk bermutu dan berkelanjutan," tegas Budi.
Tak hanya itu, dari sisi piramida nilai tambah, Budi melihat komoditas perikanan bisa diolah menjadi berbagai berbagai varian produk. Mulai dari raw material yang bisa langsung dimasak, kemudian pengolahan pakan hewan ternak, produk kesehatan, kosmetik, hingga farmasi.
Dikatakannya, KKP juga telah merespons permintaan pasar dengan penyediaan bahan baku secara kontinyu dan sesuai standar baik jenis, ukuran hingga mutu. Budi mencontohkan sertifikasi Good Manufacturing Practice (GMP) misalnya, menunjukkan bahwa industri pengolahan menerapkan praktik yang baik.
"Ini kita belum bicara bagaimana teman-teman di KKP juga concern pada mutu sejak hulu misalnya dengan sertifikat CBIB, CPIB, dll," terang Budi.
Dalam kesempatan ini, Budi memaparkan analisis daya saing 5 komoditas prioritas. Pasar udang global misalnya, senilai 60,4 miliar Dolar AS di tahun 2023. Kemudian rumput laut 16,7 miliar Dolar AS, tilapia 13.9 Dolar AS dan kepiting-rajungan 879 miliar Dolar AS serta lobster menyentuh 7,2 miliar Dolar AS di tahun yang sama.
Sementara market share Indonesia di pasar global mencapai 16,4 persen untuk rumput laut, lalu 9,7 persen untuk tilapia, dan 6,7 persen untuk udang di tahun 2022.
"Kepiting-rajungan kita baru 1,9 persen dan lobster hanya 0,5 persen. Tapi potensi kita ada untuk terus melakukan peningkatan," tutur Budi.
Karenanya, guna meningkatkan minat investasi di sektor kelautan dan perikanan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif. Di antaranya
tax allowance berupa keringanan pajak penghasilan (PPh) dari nilai investasi atau 5 persen per tahun selama 6 tahun.
Lalu
investment allowance berupa pengurangan laba bersih sebesar 60 persen dari total nilai investasi untuk 6 tahun atau 10 persen setiap tahun.
Budi memastikan jajarannya juga siap mendampingi para pelaku usaha agar bisa mengakses insentif tersebut.
"Mengurus perizinan berusaha juga semakin mudah melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang menyederhanakan prosedur, meningkatkan efisiensi, dan transparansi," tegas Budi.
Sebagai informasi, realisasi investasi kelautan dan perikanan mencapai Rp12,07 triliun di tahun 2023. Jumlah ini meningkat 38,02 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp8,75 triliun. Budi menyebut pengolahan menjadi bidang usaha terbesar dalam menyerap investasi (38,56 persen) disusul budidaya (26,63 persen), perdagangan (20,25 persen), penangkapan (12,41 persen) dan jasa perikanan (1,97 persen).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengaku tengah bersiap merencanakan pembangunan infrastruktur berupa data terintegrasi. Data ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan dan investasi di kelautan dan perikanan Indonesia.
"Kami sedang merencanakan pembangunan infrastruktur Ocean Big Data yang bertujuan untuk pengawasan, monitoring, penyediaan data yang update, dan penyusunan
decision support system," kata Trenggono.
BERITA TERKAIT: