Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menuai Kontroversi, Kebijakan PIT KKP Dinilai Pro Korporasi Asing

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Selasa, 10 Oktober 2023, 13:49 WIB
Menuai Kontroversi, Kebijakan PIT KKP Dinilai Pro Korporasi Asing
Ilustrasi Foto/Net
rmol news logo Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang digulirkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menuai protes dari stakeholder perikanan nasional.
 
Kebijakan yang didasarkan dari penetapan sistem kuota guna menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor perikanan tangkap itu dinilai tidak sesuai dengan kondisi perikanan Indonesia.
 
Koordinator Advokasi DPP Kesatuan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI), Jan Tuheteru menilai kebijakan tersebut sarat dengan kepentingan korporasi asing.
 
“Kebijakan ini sangatlah pro terhadap korporasi asing dan tidak sesuai dengan UU 7/2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam,” ujar Jan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (10/10).
 
Mantan Sekjen Himapikani itu menyebutkan pengalaman penerapan sistem kuota dalam perikanan tangkap di berbagai negara, ternyata jadi biang kerok runtuhnya perikanan skala kecil.
 
“Penerapan sistem kontrak WPPNRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia) bakal bernasib serupa dan bisa menjurus kepada tragedy of common. Privatisasi perikanan dan daerah penangkapannya memicu kerusakan ekologi,” terangnya.
 
Berdasarkan data yang diperolehnya, penerapan sistem kuota atau Individual Transferable Quotas (ITQ) di berbagai negara justru menjauhkan nelayan dari sumber daya ikan.
 
“Dalam sistem ini, hak menangkap ikan sepenuhnya berubah menjadi aset keuangan atau monetisasi. Akibatnya, ikan berubah menjadi komoditas aneh karena mengalami monetisasi,” bebernya.

Masih kata dia, praktik privatisasi perikanan di beberapa negara lewat penjualan dan penyewaan kuota kepada nelayan menyulitkan nelayan mengakses wilayah penangkapan ikan. Pasalnya, kuota tangkapan ikan telah dikuasai dan dikonsolidasikan pemiliknya.
 
“Mereka menikmati dan mengakumulasi keuntungan dari kepemilikan kuota. Nelayan penyewa kuota mengalami penderitaan kehidupan hingga mengalami kebangkrutan. Pemegang kuota secara bertahap lambat laun memiliki ikan di laut ketimbang sebagai pengguna sumber daya,” ungkap dia.
 
“Pasti, korbannya nelayan tradisional sehingga jadi pengungsi agraria di wilayah tangkapan dan penopang sumber kehidupannya. Ini sungguh zalim kebijakan tersebut,” tegasnya.
 
Dia juga mengkritik KKP, mengenai ketidakvalidan data jenis ikan serta potensi sumber daya ikan yang dimiliki di (WPP RI). Menurutnya, hal ini berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam menetapkan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur.
 
"Bagaimana kebijakan ini mau diterapkan, KKP saja tidak memiliki data yang valid mengenai berapa jenis ikan di WPPNRI serta potensi sumber daya ikannya. Perlu diingat bahwa data yang dipakai oleh KKP saat ini, itu adalah data lama,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA