Namun aktivitas itu perlu ditunjang dengan pelabuhan peti kemas yang mumpuni. Saat ini sudah ada Terminal Peti Kemas (TPK) Jayapura dan Sorong yang siap menyambut peluang tersebut.
Direktur Eksekutif National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi menilai, kedua daerah tersebut, kini sudah menjadi pusat perekonomian di wilayahnya masing-masing.
“Saya kebetulan beroleh kesempatan mengunjungi kedua pelabuhan (Sorong dan Jayapura) beberapa waktu lalu sehingga dapat menyaksikan langsung denyut aktivitas mereka,” kata Siswanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (10/10).
Menurut dia, dua terminal di bawah pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) itu, kini sudah mampu melayani bongkar muat di atas 50 ribu TEU per tahunnya.
“Peningkatan kinerja layanan ini terjadi sejak PT Pelindo melakukan transformasi pascamerger dengan mengimplementasikan standardisasi sistem operasional pelabuhan,” ungkapnya.
Sebelumnya, sambung Siswanto, belum ada perencanaan di TPK ini. Mereka bekerja apa adanya.
Kini, dari sisi
Box Ship per Hour (BSH) sebelum melakukan transformasi per Agustus 2022 hanya sebanyak 17 boks, tetapi per Agustus 2023 sudah lebih cepat mencapai 30 boks. Sedangkan kinerja
Box Crane per Hour (BCH) sebelumnya hanya mampu 8 boks, kini menjadi 22 box.
“Sementara, kinerja
berthing time/port stay atau waktu sandar kapal sebelumnya butuh waktu 72 jam atau 2 hari, sekarang menjadi hanya 24 jam atau 1 hari. Ini suatu kemajuan yang pesat,” tambah dia.
Masih kata Siswanto, kinerja kinclong yang diperlihatkan oleh kedua terminal peti kemas itu memunculkan keinginan di kalangan pemangku kepentingan untuk menjadikannya sebagai hub.
“Dalam hal ini ke kawasan Pasifik Selatan. Dalam wawancara dengan Pejabat Wali Kota Jayapura, Frans Pekey, keinginan itu dicetuskannya mengacu kepada kondisi kekinian Pelabuhan Jayapura yang sudah menjadi hub bagi beberapa daerah,” ungkapnya lagi.
Lanjut Siswanto, keinginan senada disampaikan juga oleh Kepala Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Sorong, Jece Julita Piris. Saat dikunjungi di kantornya beberapa waktu lalu, dia membeberkan alasan yang kurang-lebih sama.
“Pelabuhan Sorong selama ini sudah menjadi hub bagi kabupaten lainnya di Bumi Cendrawasih,” imbuh dia.
Pengamat maritim yang dikenal kritis itu berpandangan bahwa keinginan tersebut sesungguhnya sah-sah saja.
“Tetapi, keinginan menjadikan Jayapura dan Sorong sebagai hub, apalagi untuk kawasan Pasifik Selatan, jelas agak sedikit berlebihan. Pertama, diperlukan berbagai komponen lain selain keberadaan terminal/pelabuhan. Ambil contoh, konektivitas pelayaran,” bebernya.
Siswanto menambahkan bahwa konektivitas yang ada di Pelabuhan Jayapura dan Sorong sepenuhnya merupakan layanan antarpulau. Tidak atau belum ada konektivitas dengan negara di Pasifik Selatan dari kedua pelabuhan.
“Belum lagi dukungan asuransi, perbankan, galangan kapal dan sebagainya yang masih amat minim di Bumi Cendrawasih,” urainya.
“Hal yang mendesak yang bisa dilakukan oleh para pihak yang adalah bagaimana membangun industri di Tanah Papua, karena denyut pelabuhan yang ada masih sebagai supporting aktivitas ekonomi wilayah, belum sebagai agent of development sebagaimana diteorikan,” pungkas dia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: