Thomas justru meminta tersangka lain, yakni Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT. PPI untuk mengkomunikasikan impor gula ini dengan beberapa perusahaan secara langsung.
“Persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar saat jumpa pers, di Kejagung, Jakarta Selatan pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Dari perizinan itu, Charles bergerak menemui beberapa perusahaan swasta yang akan bekerjasama dengan PT PPI diantaranya; PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
“Kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi,” kata Abdul.
Kerja sama yang terjadi, seolah-olah PT. PPI membeli gula tersebut dari mereka.
Padahal, sebaliknya gula itu dijual langsung oleh masing-masing perusahaan, diatas harga pasar.
“Dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar,” jelasnya.
Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI pun mendapatkan fee atau bonus dari delapan perusahaan sebesar Rp105/kg.
Akibat dugaan tindak pidana korupsi ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp400 miliar.
Usai ditetapkan tersangka, keduanya ditahan selama 20 hari ke depan di dua Rumah Tahanan (Rutan) berbeda.
Thomas di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, untuk tersangka Charles ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Keduanya dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2021 Jo, UU 31/1999 Tentang Perubahan Atas UU 31/1999 Tentang Tindakan Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP.
BERITA TERKAIT: