Dalam persidangan ini, majelis hakim menghadirkan sejumlah ahli untuk didengar kesaksiannya atas terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuwat Maruf, Ricky Rizal dan Bharada E.
Ketua majelis hakim Wahyu Imam Santoso dalam kesempatan itu menggali untuk memahami arti tangisan Putri Candrawathi selama persidangan, khususnya ketika menceritakan skenario suaminya dalam pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat. Pendalaman itu dilakukan saat Hakim Ketua bertanya pada Ahli Psikologi Forensik Reni Kusumowardhani.
"Yang di Duren Tiga itu kan peristiwanya tidak benar dan Putri juga ceritakan dengan tangisan. Bagaimana pendapat saudara?" tanya hakim ketua.
"Pada waktu itu Ibu Putri mengatakan 'peristiwa Duren Tiga tidak benar tapi saya takut pada suami saya. Saya dipaksa menandatangani BAP dan saya percaya pada suami saya', itu ada tangisan. Namun respons tangisannya secara fisiologis dan emosional itu intensitasnya berbeda pada saat ceritakan peristiwa yang ada di Magelang," terang Reni menjawab pertanyaan hakim.
Kemudian Wahyu kembali bertanya lebih spesifik soal tangisan Putri atas skenario pelecehan di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Tidak begitu. Ini yang skenario. Skenario itu kan juga disertai tangisan. Putri ini kan juga ceritakan dengan tangisan-tangisan. Bagaimana pendapat saudara dengan yang demikian?" tanya hakim.
"Semuanya memang membuat takut bagi Ibu Putri. Yang pertama takut karena sebetulnya tidak seperti itu (tidak ada pelecehan) kejadiannya. Sementara yang satunya kejadian yang sebenarnya itu yang di sini (Magelang). Respons tangisan betul ada pada dua-duanya, Yang Mulia, tapi terobservasi berbeda intensitasnya," jawab Reni.
BERITA TERKAIT: