Baru-baru ini, laporan dari
Benar News menyebutkan, Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia mengajak rekan-rekannya dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Vietnam untuk melakukan pertemuan tatap muka pada Februari 2022.
Pertemuan tersebut ditujukan untuk berbagi pengalaman dan solidaritas di antara negara-negara yang terpengaruh oleh klaim sepihak China di Laut China Selatan. Kecuali Singapura, negara-negara yang diundang Bakamla diketahui memiliki klaim tumpang tindih dengan China di Laut China Selatan.
Aan mengatakan, penting untuk membuat respons terkoordinasi di lapangan ketika menghadapi "gangguan".
Menilai inisiasi tersebut, peneliti di Institute of Strategic and International Studies (ISIS) Malaysia, Thomas Daniel memuji Indonesia.
"Saya pikir apa yang orang Indonesia usulkan sangat menarik dan berani. Setidaknya mereka mencoba sesuatu," ujarnya, seperti dikutip
India Narrative.
Ia mengatakan, seruan Indonesia tampaknya menjadi tamparan bagi negara-negara ASEAN yang akhirnya menyadari ancaman China.
Hingga saat ini, ASEAN dinilai belum mampu membangun respons komprehensif terkait klaim "sembilan garis putus-putus" yang selalu diutarakan oleh China.
Perselisihan klaim di Laut China Selatan sendiri tidak dialami oleh seluruh negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Tetapi baru-baru ini, China disebut-sebut telah mengirim surat protes kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan aktivitas eksplorasi minyak dan gas di Laut Natuna Utara yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: