Operasi intelijen disamping sangat rahasia, biasanya dikamuflase sehingga mengalihkan atau mengecoh perhatian publik, disamping pejabat resmi yang mengetahuinyapun sangat terbatas. Karena itu, dalam menganalisisnya seringkali didominasi oleh teori konspirasi dan pendekatan spikulatif.
Terbunuhnya ahli nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh di Absard yang terletak di Timur ibukota Teheran, di jalan raya di tengah keramaian kota, tentu memerlukan keberanian dan kemampuan penyergapan tingkat tinggi, disamping bagaimana harus meninggalkan tempat kejadian dengan selamat.
Faktanya sampai saat ini aparat Iran belum berhasil menangkap satupun dari para pelaku, baik para eksekutor maupun tim pendukungnya yang diperkirakan berjumlah lebih dari 50 orang. Penguasa Iran baru berhasil mengidentifikasikan beberapa pemain lokal yang wajah dan identitasnya mulai disebar.
Meskipun para pengamat maupun para pejabat di Teheran meyakini intelijen Israel Mossad berperan besar, akan tetapi seberapa besar perannya, dan negara mana saja yang ikut terlibat, serta siapa aktor di dalam negri yang ikut bermain, sampai saat ini terus diinvestigasi.
Para pejabat Iran, mulai dari menteri Luar Negri Mohammad Javad Zarif, Presiden Hassan Rouhani, sampai Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sudah melontarkan kecaman dan ancaman untuk membalasnya. Pertanyaannya kemudian, kapan dan dalam bentuk apa pembalasan akan diberikan?
Saat Mayor Jenderal Qasem Soleimani yang menjabat Komandan Brigade Al Quds dibunuh oleh Amerika dengan menggunakan drone sesaat setelah meninggalkan bandara internasional di kota Bagdad, Irak, dalam hitungan hari Iran membalasnya dengan menyerang dua pangkalan militer Amerika di Irbil yang terletak di wilayah Kurdistan dan Ain Al Assad di provinsi Al Anbar, Irak, dengan menggunakan puluhan rudal balistik darat ke darat yang diluncurkan langsung dari wilayah Iran.
Kalau benar Israel yang menjadi dalang dari pembunuhan Fakhrizadeh, maka Iran harus mampu mengidentifikasikan motif dari pembunuhannya terlebih dahulu, sehingga balasan yang diberikannya menjadi tepat sasaran dan terukur.
Sebenarnya pembunuhan Fakhrizadeh bukanlah pembunuhan ahli nuklir Iran yang pertama kali, karena sejumlah ahli nuklir Iran sebelumnya telah dihabisi oleh Mossad. Ternyata kematian sejumlah ahli nuklir tidak menghentikan perkembangan proyek nuklir Iran yang sangat ditakuti Israel.
Karena itu pembunuhan seperti ini harus dibaca sebagai upaya untuk memperlambat perkembangan proyek nuklir Iran, disamping teror terhadap para penguasa di Teheran, sekaligus upaya untuk memprovokasinya bila dilihat dari waktu dan lokasi pembunuhan yang dipilihnya.
Bagi Israel yang ingin menjadi satu-satunya negara di Timur Tengah yang memiliki senjata nuklir, tidak hanya menginginkan tidak ada negara lain di Timur Tenagah yang memiliki kemampuan nuklir yang menyamainya, akan tetapi kini mulai khawatir dengan kemajuan kemampuan Iran dalam mengembangkan rudal balistik yang memiliki kemampuan menjangkau wilayahnya, dan kemampuan Iran mengembangkan drone bersenjata.
Saat Presiden Donald Trump menghuni Gedung Putih, Israel berhasil Amerika untuk keluar dari perjanjian JCPOA yang ditandatangani Iran bersama 5 negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman. Penyebabnya adalah perjanjian ini hanya membatasi kemajuan dan mengendalikan penggunaan teknologi nuklir Iran agar jangan sampai digunakan untuk membuat senjata.
Israel dan Amerika berusaha untuk memaksakan perjanjian baru sebagai penggantinya, yang juga meliputi pembatasan pengembangan rudal balistik, drone, dan senjata lainnya yang dianggap membahayakan negara Zionis tersebut.
Sayangnya, Amerika gagal menekan Iran sampai saat ini. Ketakutan Israel bertambah menjadi-jadi mengingat dalam hitungan hari Donald Trump harus meninggalkan Gedung Putih. Sementara penggantinya Joe Biden telah berjanji akan mengakui kembali perjanjian JCPOA.
Kalau hal ini dibiarkan, berarti sebuah kemenangan besar bagi Iran. Apalagi kini Iran telah terbebas dari embargo sanjata dalam sekala internasional yang diakui PBB, tentu Teheran akan lebih leluasa lagi mengembangkan kerjasama dengan negara lain dalam pengembangan berbagai macam produk militernya.
Dengan demikian pembunuhan Fakhrizadeh dapat dilihat sebagai upaya untuk memprovokasi Iran agar melakukan tindakan militer, yang memberikan alasan Amerika untuk menghancurkan bukan saja proyek nuklirnya, akan tetapi juga proyek rudal, drone, dan senjata lainnya sebelum Donald Trump meninggalkan Gedung Putih, 20 Januari mendatang.
Pertemuan segitaga antara Menlu Amerika Mike Pompeo dengan Perdana Mentri Israel Benjamin Netanyahu dan Putra Mahkota Saudi Arabia di kota Neom yang terletak di tepi Laut Merah bagian Utara wilayah Saudi Arabia beberapa hari sebelum peristiwa pembunuhan Fakhrizadeh bukan mustahil membicarakan agenda besar ini.
Perlu diketahui bahwa Saudi Arabia memiliki kekhawatiran yang sama dengan Israel dalam memandang kemajuan pengaruh politik Teheran di kawasan Timur Tengah. Paling tidak Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman kini berada di bawah pengaruh Teheran.
Iran memiliki loyalis berupa kelompok-kelompok politik yang memiliki kemampuan militer di negara-negara tersebut yang dapat digerakkan setiap saat, seperti Hizbullah di Lebanon dan Suriah, Huthi di Yaman, dan Kataib Hizbullah di Irak.
Karena tujuan pembunuhan Fakhrizadeh adalah politik, maka Iran kini berusaha menghindari konfrontasi langsung dengan Amerika sebagaimana dikehendaki oleh Israel dan sejumlah negara Arab Teluk.
Walaupun berbagai media Iran mendorong pemerintah Iran untuk menyerang kota pelabuhan Khaifa yang berlokasi di tepi laut Mediteran, tidak jauh dari Tel Aviv yang menjadi ibukota Israel, dan berbagai pihak meyakini Teheran memiliki kemampuan untuk itu.
Walakin Iran tentu akan sangat hati-hati mengingat resiko yang harus ditanggung penduduk sipil tak berdosa, disamping tindakan seperti ini bisa salah sasaran, mengingat padatnya penerbangan sipil di kawasan negara Arab Teluk, Irak, Saudi Arabia, dan Jordania yang menjadi pemisah antara wilayah Iran dan Israel.
Tidak melakukan tindakan balasan terhadap pembunuhan Fakhrizadeh bukanlah pilihan, mengingat kemarahan yang timbul di masyarakat Iran, para pejabat yang telah dipermalukan, serta terkait wibawa Teheran di masyarakat internasional khususnya terhadap sekutu-sekutunya maupun lawan-lawannya di Timur Tengah.
Akan tetapi kapan dan dalam bentuk apa balasan harus dilakukan, menarik untuk diikuti.
Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.
BERITA TERKAIT: