Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Indonesia Mendayung Di Antara Dua Karang

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Jumat, 30 Oktober 2020, 10:55 WIB
Indonesia Mendayung Di Antara Dua Karang
Dr. Muhammad Najib/Net
"MENDAYUNG di antara dua karang", merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, untuk menggambarkan posisi Indonesia dalam politik global menghadapi perebutan pengaruh antara Uni Soviet dengan Amerika.

Sebagai anggota non-blok, Indonesia bukan hanya harus netral atas persaingan dua kekuatan global tersebut, akan tetapi juga pro-aktif untuk meredam ketegangan atau menurunkan tensi di antara keduanya, agar jangan berkembang tidak terkendali, setidaknya yang terkait langsung dengan kepentingan nasional Indonesia.

Saat ini istilah "mendayung di antara dua karang" dapat digunakan kembali untuk menggambarkan persaingan Amerika dengan China sebagai kekuatan global baru, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun militer.

Agresifitas China di Laut China Selatan sudah menimbulkan kecemasan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi anggota ASEAN. Vietnam, Philippina, Malaysia, dan Brunei, memiliki klaim tumpang tindih atas wilayah pantainya di Laut China Selatan.

Kekhawatiran nagara-negara tersebut atas klaim China di Laut China Selatan, disebabkan RRT terus mereklamasi pulau-pulau karang tidak berpenghuni miliknya di wilayah ini, yang kemudian difungsikan sebagai pangkalan militer.

Lebih dari itu, China menambah armada lautnya dan kapal-kapal Coast Guard (penjaga laut)nya, kemudian secara regular melakukan patroli di wilayah ini, dengan alasan mengawal para nelayannya yang mencari ikan yang seringkali melanggar batas wilayah negara.

Bakamla saat melakukan tugasnya di Laut Natuna Utara seringkali mengalami ketegangan dengan Choast Guard China yang melanggar ZEE Indonesia.

Dalam situasi seperti ini Menlu Amerika Mike Pompeo mengunjungi Indonesia dan secara terbuka mengingatkan negara-negara yang berada di kawasan ini akan adanya ancaman negara Komunis China.

Diksi dan kata "Komunis" yang dikaitkan dengan pengaruh China, tampaknya sengaja dipilih, mengingat isu ini memiliki pengaruh besar dalam wachana domistik terkait kontestasi politik.

Bagi Indonesia, kehadiran Pompeo akan meningkatkan daya tawarnya menghadapi China yang secara sepihak membuat peta yang tidak sesuai dengan UNCLOS yang diakui PBB.

Sampai di sini, kehadiran Menlu Amerika ini sangat sukses dalam menjalankan misinya. Sayang makna kehadirannya menjadi jeblok, karena diikuti dengan agendanya untuk meyakinkan masyarakat Indonesia, bahwa apa yang dilakukannya di Timur Tengah, khususnya terkait dengan pembelaan yang membabi-buta negaranya terhadap Israel yang sangat merugikan Palestina, khususnya di masa pemerintahan Donald Trump.

Mungkin saja Kedutaan Amerika di Jakarta memberikan data yang kurang lengkap sebelum Pompeo menginjakkan kakinya di Indonesia, sehingga Menlu Amerika ini tidak tahu bahwa masyarakat di sini bulat mendukung Palestina.

Akibatnya, Menlu Amerika ini melakukan kesalahan fatal, dengan mengatakan bahwa perdamaian antara negara-negara Arab dengan Israel yang meninggalkan Palestina, sebagai upaya untuk kebaikan Palestina.

Hal ini dapat diibaratkan seperti orang yang sedang menuangkan racun ke gelas minuman orang lain, kemudian ketika diingatkan: "Apa yang sedang anda lakukan? ", lalu anda menjawab: "Sebetulnya saya sedang melakukan kebaikan untuk yang bersangkutan". rmol news logo article

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA