Suatu hari kapalnya diserang kapal militer St. John of Jerusalem atau biasa disebut sebagai Knight of Rhodes. Kejadian ini membuat adik bungsunya yang ikut berlayar terbunuh.
St. John of Jerusalem atau Knight of Rhodes merupakan organisasi militan yang terbentuk pada Perang Salib gelombang pertama, yang bertujuan merebut kota suci Yerusalim/Al Quds dari tangan ummat Islam.
Saat itu Spanyol dipimpin oleh Raja Ferdinand II dari Aragon, setelah menikah dengan Ratu Isabella dari Castille, melakukan pembersihan etnis terhadap orang-orang Arab yang beragama Islam dan penganut Yahudi.
Ferdinand dan Isabella menyediakan tiga pilihan: Berganti agama menjadi Katolik, meninggalkan Spanyol, atau menghadapi pedang tentaranya. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan "Reconquista".
Satu persatu kota-kota yang diperintah oleh kesulthanan-kesulthanan Islam di Andalusia yang lemah dan terpecah-belah akibat perang saudara tidak berkesudahan, kemudian dengan mudah ditaklukkan dan diambil-alih.
Lisboa, Merida, Cordoba, Valencia, Murcia, Sevilla dan puncaknya Granada jatuh pada tahun 1492M. Ummat Islam dan Yahudi yang kehilangan perlindungan, harus menyelamatkan nyawa mereka dengan cara menghindari tentara Spanyol, kemudian secara tergesa-gesa meninggalkan Andalusia menuju pantai Afrika Utara.
Setelah Reconquista tuntas di daratan Spanyol, upaya pembantaian diteruskan dengan menyusuri pantai Mediterania di Afrika Utara dan terus ke arah Timur menuju kota suci Jerusalem/Al Quds.
Motivasi balas dendam membuat Khairuddin dan Aruj kemudian melakukan aksi bajak laut, yang menyasar semua kapal-kapal Eropa yang melintas. Aksi ini kemudian menggemparkan dan menimbulkan rasa takut para nakhoda kapal-kapal asal Eropa yang melintas laut Mediterania.
Kisah Khairuddin yang lahir di pulau Lesvos, yang kini menjadi bagian dari Yunani pada tahun 1478, dengan nama kecil Khidr, sampai ke telinga Sulthan Sulaiman I. Pada saat itu Yunani berada di bawah kekuasaan Turki Usmani.
Kesultanan Turki Usmani di Istanbul kemudian memberikan dukungan, sekaligus mengubah misi balas dendam Kairuddin dan Aruj menjadi misi penyelamatan para pengungsi dari Andalusia yang terus dikejar oleh tentara Katolik Spanyol.
Puluhan ribu pengungsi yang berhasil diselamatkan, kemudian menetap di kota-kota pantai sepanjang Afrika Utara mulai dari Maroko, Tunisia Aljazair, Tunisia, sampai Libia.
Tahun 1516, Khairuddin dan Aruj menyerang kota pantai dan pelabuhan Algir yang dikuasai Spanyol. Setelah berhasil menaklukannya, kemudian diserahkan kepada Sulthan Selim I. Sejak saat itu Aljazair menjadi bagian dari Kesulthanan Turki Usmani.
Kota Aljir kemudian digunakan Khairuddin menjadi pangkalan kapal-kapal lautnya yang terus bertambah, sejalan dengan semakin banyaknya dukungan dari masyarakat Muslim setempat.
Menurut Profesor Idris Boston dari Istanbul University, Khairuddin kemudian diangkat menjadi admiral yang selanjutnya menjadi inisiator berdirinya angkatan laut Turki.
Ketika Sulthan Selim I digantikan oleh putranya Sulthan Sulaiman, Khairuddin diangkat menjadi Komandan Angkatan Lautnya. Karena kehebatannya ia dijuluki Singa Laut Mediterania yang dihormati kawan dan ditakuti lawan.
Melihat laut Mediterania dikuasai Kesulthanan Turki Usmani, tahun 1538 Paus Paul III mengorganisir pasukkan laut sebagai bagian dari Tentara Salib, dipimpin oleh seorang pelaut asal Genoa bernama Andrea Doria yang didukung 250 kapal perang.
Mereka kemudian berhadapan dengan pasukan Khairuddin yang hanya didukung oleh 122 kapal, pada 28 September 1538, di Preveza. Dalam pertempuran ini, 10 kapal pasukan Salib ditenggelamkan, 30 kapal ditahan tanpa kehilangan satu kapalpun, dan sekitar 1000 pasukan Salib ditahan.
Atas prestasinya ini, Khairuddin kemudian diundang ke Istana Topkapi oleh Sulthan Sulaiman untuk menerima anugrah Kaptan-i-Derya (Chip of Admiral) angkatan laut Turki, sekaligus sebagai beylerbey (Governor of givernors) Turki Usmani di Afrika Utara.
Khairuddin Barbarossa dikenang disamping sebagai seorang pahlawan bangsa Turki, kehebatannya juga disejajarkan dengan nama besar sulthan-sulthan Turki Usmani seperti Muhammad Alfatih dan Sulaiman Alkanuni. Kuburannya yang dihiasi dengan patungnya di Istanbul sampai sekarang terus diziarahi warga Turki.
Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.
BERITA TERKAIT: