Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Joe Biden Menang Sebelum Bertanding

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Jumat, 21 Agustus 2020, 10:05 WIB
Joe Biden Menang Sebelum Bertanding
Joe Biden/Net
RAKYAT Amerika dan masyarakat internasional telah dibuat lelah oleh prilaku Presiden Amerika bernama Donald Trump. Banyak sekali julukan buruk yang diberikan untuknya oleh media atau cendekiawan Amerika sendiri, seperti: pembohong, nepotis, menyalahgunakan kekuasaan, koruptor, amoral, rasis, dan sejumlah julukan buruk lainnya.

Ia sempat dimakzulkan, akan tetapi aturan main yang ada dan proses politik yang terjadi menyelamatkannya. Pertanyaannya, apakah rakyat Amerika telah salah dalam memilih pemimpinnya? Maka jawabannya bisa "Ya" bisa juga "Tidak".

Dikatakan "Ya", karena dalam sejarah panjang bangsa Amerika belum pernah terpilih seorang Presiden seburuk Donald Trump bila diukur dengan banyaknya skandal yang dibuatnya selama memerintah. Akan tetapi bisa juga dikatakan "Tidak", jika merujuk pada pandangan Ali bin Abi Thalib yang dipertegas oleh Syech Muhammad bin Salih al Utsaimin, yang secara substansial berpendapat bahwa pemimpin itu cemin dari keadaan masyarakatnya.

Jika merujuk pada thesis  Kishor Mahbubani yang ditulis dalam buku terbarunya dengan judul: "Has China Won ?" Mahbubani menyimpulkan bahwa keunggulan China atas Amerika hanyalah masalah waktu saja. Dengan kata lain, cepat atau lambat Amerika akan dikalahkan oleh China.

Yang menarik menurut Mahbubani, Amerika telah mengalahkan Jerman, Jepang, dan Rusia, karena itu kini Amerika tidak siap menerima kenyataan akan dikalahkan oleh China.

Di sisi lain, Amerika telah sukses membuat sejumlah negara maju melalui industri modern dengan memanfaatkan prestasi dan keunggulannya di bidang sain dan teknologi,  seperti Jepang,  Korea Selatan, Taiwan, dan Israel.

Sampai saat ini kualitas perguruan tinggi di Amerika masih yang terbaik di dunia. Begitu juga lembaga-lembaga risetnya. Berbagai perusahan IT seperti Microsoft dan Apple, juga perusahan-perusahan  berbasis internet seperti Google, Yahoo, facebook atau Twitter, sampai beberapa tahun kedepan akan masih tetap mendominasi pesaing-pesaingnya di tingkat global.

Akan tetapi Hwawei dan Wechat produk China terus membuntuti dan siap menyalip.  Begitu juga penggunaan mata uang dolar Amerika, walaupun sampai saat ini dan sampai beberapa tahun ke depan akan tetap penting sebagai alat transaksi global, akan tetapi tidak akan lagi dominan atau memonopoli sebagaimana sebelumnya.

Untuk menahan ancaman China, Amerika terpaksa menggunakan instrumen non-ekonomi, seperti politik dan kini bersiap-siap menggunakan instrumen militer. Fakta ini menunjukkan bahwa Amerika sudah tidak lagi fair dalam kompetisi di tingkat global sebagaimana prinsip pasar bebas dari ideologi kapitalisme yang dianutnya.

Jika menggunakan argumen dan paradigma Mahbubani, maka sebenarnya terpilihnya Donald Trump pada Pilpres yang lalu di Amerika, disebabkan oleh kebutuhan seorang pemimpin yang cocok untuk menjalankan agenda Amerika yang tidak siap tidak menjadi nomor satu, sesuai slogannya: Make America Great Again.

Jika kondisi ini terus berlangsung, maka yang akan terjadi belum tentu salah satunya akan keluar sebagai pemenang (win-loose), karena bukan mustahil kedua-duanya akan kalah (loose-loose). Dan akibatnya,  penderitaan, bukan saja dialami kedua bangsa, akan tetapi juga harus dipikul oleh banyak negara.

Di Timur Tengah, sejak Donald Trump menghuni Gedung Putih, Amerika mengambil kebijakan sangat keras terhadap Iran yang diberi nama  "tekanan yang maksimal" (maximum pressure), mulai sangsi ekonomi, tekanan politik, sampai serangan militer, yang terbukti semuanya gagal membendung kemajuan Iran baik di bidang politik maupun ekonomi.

Karena itu, Kishor Mahbubani menasehati para petinggi dan rakyat Amerika secara keseluruhan, sebaiknya bangsa Amerika menerima kenyataan bahwa tidak lama lagi tidak akan menjadi yang nomor satu. Karena itu, perlu segera melakukan adaptasi dengan cara bekerjasama dan bersahabat dengan China, dan negara-negara lain khususnya sejumlah negara Muslim di Timur Tengah yang terlanjur membencinya.

Jika bangsa Amerika mengikuti nasehat Mahbubani, berarti Donald Trump bukanlah figur yang cocok untuk kembali memimpin Amerika. Akan tetapi jika tidak, maka bukan saja rakyat Amerika akan memderita lebih lama, setidaknya untuk empat tahun kedepan, akan tetapi banyak bangsa di dunia juga harus ikut memikul bebannya.

Kini tampak tanda-tanda mayoritas calon pemilih di Amerika tidak lagi berpihak pada Trump. Semoga semua ini sebagai isyarat yang baik untuk dunia internasional.

Dengan demikian, keunggulan Biden melawan Trump yang ditunjukkan oleh sejumlah jejak pendapat, bukan karena kehebatannya, akan tetapi disebabkan karena begitu banyak kesalahan yang dilakukan Donald Trump selama ini. Dengan kata lain, Trump kalah melawan dirinya sendiri.

Akan tetapi masyarakat global juga harus menyisakan ruang kemungkinan lain yang bisa saja terjadi, karena seringkali politik berjalan di atas logikanya sendiri. Wallhua'lam. rmol news logo article

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA