Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ayat-ayat Politik Dalam Al Quran

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Kamis, 14 Mei 2020, 22:17 WIB
Ayat-ayat Politik Dalam Al Quran
Al Quran/Net
MENEGAKKAN keadilan tanpa pandang bulu, membela kebenaran dengan segala konsekuensinya, berpihak pada yang lemah, berorientasi pada tujuan bersama yang bersifat jangka panjang, merupakan pesan-pesan substansial dan universal Al Quran dalam kehidupan politik.

Nilai-nilai luhur ini sekaligus merupakan jurus-jurus paling andal, sekaligus rahasia untuk merebut kemenangan dalam berbagai bentuk pertarungan politik. Pertanyaannya kemudian, apakah manusia tidak mengetahuinya? Karena pada faktanya dalam perjalanan sejarah politik umat manusia, sedikit sekali yang melaksanakannya.

Menurut Al Quran, sebagian besar para politisi bukannya tidak tahu, akan tetapi tidak mau melaksanakannya, disebabkan orientasi berpolitiknya didominasi oleh tujuan mengejar kenikmatan duniawi yang semu (mataaul gurur).

Sebagian dari mereka sebenarnya bersungguh-sungguh hendak melaksanakannya, akan tetapi dalam perjalanannya tidak istiqamah, gagal melewati ujian berupa nikmatnya kekuasaan, terperangkap dengan asyiknya dengan aktifitas mengumpulkan harta, serta kecintaan terhadap keluarga secara tidak proporsional, yang kemudian bermuara pada usaha memonopoli kekuasaan serta keinginan mewariskan takhta kepada yang tidak berhak.

Dalam bentuk kisah, ayat-ayat politik seperti ini sangat menonjol pada kisah Dawud, Sulaiman, dan Musa. Sementara terkait dengan Muahammad pesan-pesannya bervariasi, ada yang dalam bentuk ramalan ke depan, ada juga pelajaran dari pengalaman generasi terdahulu. Akan tetapi sebagian besar berupa nilai-nilai substansial dan universal, sehingga terus hidup dan relevan, dalam ruang dan waktu yang berbeda, baik untuk situasi saat ini maupun waktu mendatang.

Pertanyaannya kemudian, apakah semua hal yang dilakukan Muhammad bisa ditiru? Atau ada hal-hal yang dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Rasulullah, akan tetapi ada hal-hal lain yang dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai manusia yang mendapat amanah sebagai pemimpin politik.

Mana yang tidak mungkin diikuti dan bagian mana yang wajib diteladani, tentu memerlukan kajian serius dan mendalam. Sebagai contoh Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian ini dibuat di sebuah tempat antara Makkah dan Madinah yang bernama Hudaibiyah. Nabi dan para sahabat mewakili Madinah berhadapan dengan Kafir Quraisy yang mewakili Makkah untuk bernegosiasi yang kemudian bermuara pada sebuah kesepakatan.

Secara rasional perjanjian ini ditentang oleh para sahabatnya, hanya karena keyakinan bahwa Muhammad mendapat bimbingan langsung dari Allah, yang membuat mereka tetap patuh. Terbukti di kemudian hari, perjanjian ini menjadi salah satu tonggak penting dalam Syiar Islam.

Kasus lain yang layak diangkat adalah surat-surat yang dikirim Rasulullah kepada: Heraklius penguasa Bizantium, Kisra' penguasa Persia, Najasyi penguasa Abbilyshinnia (Ethiopia), dan Muqawqis penguasa Mesir. Apakah hal serupa saat ini perlu dilakukan oleh para pemimpin muslim?  Tentu perlu kajian mendalam untuk menyimpulkannya.

Lepas dari mana saja yang harus diteladani, sebagian besar ayat-ayat politik dalam Al Quran berbentuk nilai-nilai universal dan substansial, sehingga memiliki relevansi dalam berbagai bentuk kehidupan politik baik dalam skala besar maupun kecil, di tingkat tinggi seperti negara maupun dalam level yang lebih rendah seperti dalam kehidupan kepartaian.

Contoh paling nyata dalam masalah ini adalah ayat-ayat yang menjelaskan proses penciptaan manusia, yang kemudian mendapat tugas suci sebagai Khalifahtu fil ard, yakni sebagai wakil Tuhan yang bertugas memakmurkan bumi, atau sebagai pemimpin di muka bumi yang memiliki tugas rahmatan lil alamin (membawa kebaikan bagi bumi dan seluruh isinya), Al Baqarah (ayat 30).

Karena itu, bagi seorang muslim apapun profesinya termasuk politisi, tidak boleh lepas dari tugas mulia yang diembannya sejak ia diciptakan. Bahkan Al Quran mengungkapkannya dalam bentuk sangat retoris, berupa perjanjian primordial antara Tuhan dan hambanya, ketika masih berada di alam ruh sebelum dilahirkan ke dunia, Al A'raf (ayat 172).

Barangkali menyadari sifat manusia yang sering lupa dan rentan tergelincir,  dalam banyak ayat Allah mengingatkan berulang-ulang agar hamba komited dengan perjanjian yang telah dibuatnya, dengan menunjukkan bahwa Allah mengetahui yang tampak dan tidak tampak, yang dinampakkan maupun yang disembunyikan oleh manusia, serta semua hal gaib yang tidak diketahui manusia.

Hal ini kemudian mengkistal dalam kalimat yang sangat politis: "Kalian boleh saja bersiasat, akan tetapi sebaik-baik siasat adalah siasat Allah".

Maka bila disederhanakan, jika kita ingin menjadi politisi sukses, maka ikutilah semua petunjuk Allah dan jauhi larangannya. Wallahua'lam rmol news logo article

Penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA