Alhasil para musisi kecewa. Kehadiran RUU ini malah menjadi ancaman bagi kelangsunÂgan dunia musik. Ada 19 pasal yang dianggap bermasalah dan mengancam kebebasan musisi. Yaitu, Pasal 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, 51.
Pada pasal 5 dan 50 misalnya, justru menÂgatur proses pembuatan sebuah lagu. Pasal 5, musisi dilarang menciptakan karya yang dianggap dapat memprovokasi masyarakat. Pasal ini dianggap pasal karet yang bisa saja digunakan penguasa untuk memperkarakan musisi.
Pasal-pasal seperti ini dikhawatirkan justru akan mencederai kebebasan berkarya.
Selain itu, para musisi juga menyoroti kewaÂjiban musisi untuk mengantongi sertifikasi. Yang jadi pertanyaan para musisi; siapa yang akan diberi kewenangan untuk menerbitkan sertifikat. Dan siapa pula yang menguji lemÂbaga penerbit sertipikat itu.
Polemik itu kini meluncur deras, hingga akhirnya yang munculnya adalah penilaian inÂdustri musik belum membutuhkan perundang-undangan khusus. Sebab sejumlah aturan dan undang-undang yang sudah berlaku pun telah mengatur hal-hal yang kini termuat dalam draf Undang-Undang Permusikan.
Misalkan dari sisi hasil karya para musisi sebeÂnarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014. Selain itu ada Undang- Undang Pemajuan Kebudayaan yang baru disÂahkan tahun 2018, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Serah Karya Cetak dan Karya Rekam, yang juga baru disahkan pada 2018.
Semua beleid itu dirasa cukup untuk mengÂatur tata kelola industri musik.
Menurut para musisi itu, kini yang harus diÂlakukan pemerintah adalah penegakan hukum dari pelaksanaan undang-undang tersebut. Kalau ada yang membajak karya seni kudu ditangkap. Kalau ada yang mereproduksi musik ilegal harus diproses.
Kalau drafnya saja sudah ditolak, lantas sebenarnya apa sih urgensinya penerbitan RUU Permusikan? Berikut ini penjelasan musisi yang juga anggota Komisi X DPR Anang HerÂmansyah yang ikut membahas draf tersebut. Di sisi penolak RUU, ada Sang Alang-musisi yang sudah beberapa kali menciptakan lagu bertema oposisi terhadap pemerintah.
Sang Alang: Membelenggu Kebebasan Berekspresi Apa tanggapan Anda terkait RUU Permusikan yang ada saat ini? Draf RUU Permusikan membelenggu kebebasan berekspresi. Saya berÂharap dibatalkan. Karena menurut saya, isi RUU tersebut sama sekali tidak berpihak kepada musisi. RUU Permusikan bertentangan dengan jiwa dan sifat kesenian yang bebas beÂrekspresi sepanjang tidak melanggar norma yang berlaku di masyarakat.
Sebagai musisi saya sangat prihaÂtin. Saya justru bertanya-tanya sebeÂnarnya apa sih tujuan dibuatnya RUU Permusikan ini? Mau melindungi kok malah membatasi. Apalagi ada ketenÂtuan soal sertifikasi segala.
Maksudnya? Satu sertifikat sebagai pencipta, lalu sebagai penyanyi, kemudian sebagai penata musik, dan sebagai distributor. Ini jelas membingungkan lho. Yang menjadi pertanyaan siapa yang harus menguji dan memberiÂkan sertifikat. Artinya, harus ada lembaga yang mengurusnya. Nah, pengujinya siapa? Siapa yang menentukan atau menguji sang penguji?.
Menurut Anda RUU Permusikan tidak perlu ada? Seharusnya tak perlu ditambah lagi. Sebab, persoalan para seniman sudah cukup diatur oleh beberapa undang-undang yang sudah ada. Seperti Undang-Undang Hak Cipta hingga kebudayaan. Kenapa yang seperti itu tidak dibuat saja aturan yang kuat untuk melindÂungi karya cipta para musisi.
Dengan cara apa? Dengan memberikan sanksi berat pada pelanggaran dalam hak cipta, hak tayang, dan hak siar. Jika aturan ini diperkuat, ujung-ujungnya adalah kesejahteraan bagi masyarakat musik Indonesia.
Jadi RUU Permusikan perlu dikoreksi? Penasihat hukum saya Bang Pitra Nasution sudah baca RUU ini dan dia pun sudah sampaikan. Kata dia, RUU Permusikan kok bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 terutama Pasal 28 C. Padahal seharusnya setiap undang-undang yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal berapa dalam draft Permusikan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar? Misalnya pasal 32 yang berbunyi 'untuk diakui sebagai profesi, pelaku musik yang berasal dari jalur penÂdidikan atau autodidak harus menguji kompetensi'. Ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 28 C yang berbunyi; Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui peÂmenuhan kebutuhan dasarnya. Berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi menÂingkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejehateraan umat manusia.
Jadi solusinya bagaimana? Karena masih banyak pasal-pasal RUU Permusikan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, hingga harus dibatalkan atau direvisi habis-habisan. Sebab jika tidak RUU yang bakalan jadi undang-undang ini justru banyak merugikan musisi yang memilih musik sebagai jalan hidupnya.
Anang Hermansyah: Mumpung Masih RUU, Silakan Kasih Masukan
Bagaimana Anda menanggapi penolakan dari musisi yang juga tim pendukung capres-cawapres nomor 02, Sang Alang? Oh tidak apa-apa siapa saja boleh memberi masukkan terhadap RUU Permusikan. Menurut saya memang harus begitu karena ini masih RUU kan. Mumpung masih RUU, silakan kasih masukan.
Apakah Anda merasa RUU ini dipolitisasi? Oh, tidak ada, tidak ada maksud-maksud politik di situ. Sebetulnya pertemuan-pertemuan sebelumnya bersama Glen Fredly yang kala itu juÂga ada Ketua DPR Bambang Soesatyo, Ketua Fraksi PDIP Maruarar Sirait, salah satu Ketua Fraksi Gerindra Desmond Mahesa, dan Muhammad Sartoni Nasdem. Di lihat dari sini saja jika Mas Alang bagian dari Gerindra tentunya dapat informasi dari Mas Desmond. Setidaknya ada tanggapan dari Mas Alang kepada Mas Desmond atas pertemuan kala itu.
Artinya permintaan Sang Alang agar membatalkan RUU ini sama saja dengan permintaan musisi yang lainnya? Makanya masukan siapapun terÂmasuk dari koalisi nasional musisi itu perlu ditanggapi. Kemudian dinamika terjadi saat ini ada yang menghendaki revisi, ada yang meminta penjelasan, serta siapapun yang menyadari sebetÂulnya industri musik kita ini dalam keadaan baik, sedang-sedang saja, atau sedikit mengalami hambatan?
Ibaratnya jika kita ke dokter pastiÂnya ada pengecekan. Kalau sampai dicek bisa saja sehat atau sakit. Nah, jika Mas Alang menghendaki penoÂlakan, apa perlu industri musik itu diberikan rambu-rambu aturan?
Sebenarnya saat ini apa saja sih yang perlu diperhatikan lebih jauh dari industrik musik kita? Tidak bisa semua pengkreasian, sebab jika pengkreasian mau atur semuanya pastinya sangat banyak.Bebas berekspresi seperti saat menciptakan lagu atau karya tentu kita bebas dalam berekspresi. Makanya dalam Pasal 5 agar segera diturunkan jika kita sepakat, ya kita turunkan. Saya pribadi menghendaki diturunkan. Masa kebebasan itu diatur-atur seperti yang isinya disebutkan 'pengaruh budaya asing'. Hal itu kan tidak jelas. Apa ukurannya? Terus yang isinya juga tertulis 'bolehkah kiÂta mengarang lagu untuk meÂrendahkan martabat manusia lain'. Hal itu kan dibahas tidak boleh nanti menimbulkan hal-hal yang tidak berkenan di hati orang lain.
Selain soal ideologi seperti itu, apa persoalan yang menyentuh langsung dengan masyarakat musik saat ini? Saat ini masalah sebenernya seperti pertunjukan musik di daerah. Jadi setiapdaerah andai saja tidak punya gedung pertunjukan yang bagus, apakah pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan perlindÂungan. Seperti memberikan sarana-sarana yang perkembangan musik di Indonesia. Bayangkan yang seperti ini kira-kira seniman seperti Mas Alang ini mau tidak? Kalau beliau mengaÂtakan mau di setiap kota memiliki gedung pertunjukan yang represenÂtatif, ya baguslah. Ya setidaknya mirip-mirip seperti di luar negerilah. Ya, kalau diperlukan bagaimana cara mengaturnya. ***
BERITA TERKAIT: