Sri dan suaminya, Pranowo Aries Wibowo ditetapkan seÂbagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sri ditangkap di rumahnya di Semarang setelah berulang kali tak memenuhi panggilan penyÂidik. "Dia tidak kooperatif," kata Sugeng Riyanta, Kepala Subdit Tindak Pidana Korupsi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Usai dicokok, Sri diboyong ke Jakarta untuk menjalani peÂmeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Keluar dari gedung bundar, Sri digiring ke mobil tahanan dan dibawa ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Mukri menÂgatakan, tersangka ditahan untuk mempermudah penyÂidikan perkaranya. Selain itu, mencegahtersangka melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti.
Suami Sri lebih dulu diÂtahan. Pranoto yang menjabatPemeriksaan Muda Pajak Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang disel sejak 17 September 2018.
Pranoto dituduh melakukankorupsi ketika bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing IV dan Kantor Pelayanan Pratama Jakarta Kebayoran Lama kurun 2007-2015.
Pranoto diduga menerima suap dan gratifikasi dari sejumÂlah perusahaan mencapai Rp 5,2 miliar. Agar transaksi haram itu tak terendus, Pranoto mengguÂnakan rekening orang lain.
Uang yang masuk ke rekeningdi Bank Mandiri itu lalu dipinÂdahkan ke rekening Sri.
"Uang hasil dari tindak pidana korupsi oleh SFW (Sri Fitri Wahyuni) dipergunakan untuk buka deposito atas nama orang lain," ungkap Mukri.
Pasangan ini juga mengguÂnakan uang hasil korupsi untuk membeli aset tanah dan banguÂnan atas nama sendiri maupun orang lain. "Untuk menyamarkan asal-usul hasil tindak piÂdana," ujar Mukri.
Pranoto-Sri dijerat dengan Pasal 3 ayat 1 huruf a atau Pasal 3 ayat 1 huruf b atau Pasal 3 ayat 1 huruf c atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Korporasi Jadi Tersangka
Penyidik Gedung Bundar juga menjerat perusahaan-perusahaan yang memberikan suap dan gratifikasi kepada Pranoto.
Sejauh ini sudah dua perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka. Yakni PT Sinar Meadow Internasional Indonesia. Perusahaan patungan Sinarmas Grup dengan Australia itu ditetapkan tersangka sejak 19 Oktober 2018.
PT Zebit Solution menyusul ditetapkan tersangka. "Sangkaan suap dalam perkara ini jelas dan sempurna, karena dua unsur yaitu pemerintah dan swasta telah diÂjadikan tersangka," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Adi Toegarisman.
Penyidik masih mengusut perusahaan lainnya. "Semua akan kita panggil," tandas mantan Jaksa Agung Muda Intelijen itu.
Kasus korupsi Pranoto terungÂkap dalam pengembangan penyÂidikan perkara Jajun Jaenudin dan Agoeng Pramoda. Keduanya mantan pejabat pajak.
Jajun akhirnya diseret ke meja hijau dengan dakwaan menerima suap Rp 14,1 miliar. Sedangkan Agoeng menerima Rp 7,1 miliar.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta meÂnyatakan Jajun terbukti melakuÂkan korupsi dan pencucian uang. Jajun dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Agoeng juga terbukti melakukan korupsi dan pencuÂcian. Ia divonis lebih ringan: 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Kilas Balik
Terima Suap Lewat Perantara Office Boy Hingga Tukang Jahit Oknum pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Jajun Jaenuddin dijebloskan ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Jajun ditetapkan sebagai terÂsangka kasus penerimaan suap dari sejumlah perusahaan mencapai Rp 14,162 miliar kurun Januari 2007 hingga November 2013.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung, Warih Sadono mengatakan telah menandatangani surat perintah penahanan tersangka bernomor Print-17/F.2/Fd.1/05/2017 tangÂgal 4 Mei 2017.
"Penahanan dilakukan karena sudah cukup alasan seperti diatur dalam KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana)," kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat itu.
Penyidik melakukan penahÂanan karena khawatir tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti. Sehingga bisa mempersulit penyidikan dan menghambat penyelesaian perkara.
Warih menerangkan, tersangÂka diduga menerima suap atau gratifikasi dalam penjualan faktur pajak dari beberapa peÂrusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perantara orang lain.
Di antaranya lewat satpam perumahan, office boy kantor pajak, tukang jahit, serta keluarÂganya. "Gratifikasi dari berbagai pihak diterima melalui rekening yang bersangkutan di Bank Mandiri, BNI, BCA dengan total Rp 14,162 miliar," ungÂkap bekas Deputi Penindakan KPK itu.
Uang haram itu lalu dibelikan berbagai aset, mulai dari kendÂaraan roda empat, logam mulia dan properti.
Tersangka dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama menyampaikan Jajun sudah dipecat sejak 29 Januari 2014. "Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan di internal Ditjen Pajak sudah berjalan dengan baik," ujar Hestu dalam rilisnya.
Hestu berharap Kejaksaan Agung bisa mengungkap kasus ini secara terang benderang. Kasus ini menjadi masukan untuk memperbaiki sistem penÂgawasan internal serta penyemÂpurnaan prosedur pajak.
Hestu menandaskan Ditjen Pajak senantiasa bekerja sama dengan kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya, dalam memberantas segala bentuk peÂnyelewengan yang merugikan keuangan negara.
"Penahanan mantan pegawai Ditjen Pajak itu, merupakan bukti kesungguhan pemerintah dalam melakukan penegakan hukum. Hal ini menjadi perinÂgatan bagi pegawai Ditjen Pajak serta para wajib pajak agar tidak melakukan pelanggaran yang menyebabkan kerugian negara," tegasnya. ***
BERITA TERKAIT: