"Saya sudah lama mengenal baik Asiong. Bahkan kami suÂdah duduk bersama membiÂcarakan tentang pembanguÂnan Labuhanbatu ke depannya. Asiong adalah salah satu pemÂborong besar dan mampu memÂperbaiki mutu pembangunan di Labuhanbatu dengan bagus," kata Pangonal saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan.
Pangonal meminta uang keÂpada Asiong untuk membayar utang kampanye pemilihan Bupati Labuhanbatu pada 2015 lalu, dan sebagai
fee proyek. Ia mematok
fee proyek 15 persen. "Saya suruh Yazid (adik ipar) dan Umar Ritonga (staf) untuk ambil uang dari Asiong," kata Pangonal.
Untuk kampanye pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sitar Sitorus pada pemilihan guberÂnur-wakil gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu), Pangonal juga meminta uang ke Asiong. "Saya sebagai ketua partai diberikan tuÂgas untuk memenangkan Djarot- Sihar di daerah Labuhahan Batu saat Pilgubsu lalu. Saat itu saya tidak ada uang, sehingga meminta Rp 3 miliar sama terÂdakwa (Asiong) untuk kampaÂnye Djarot-Sihar," kata mantan Ketua PDIP Labuhanbatu itu.
Asiong lalu memberikan dua lembar cek. Masing-masing bernilai Rp 1,5 miliar. Sehingga totalnya Rp 3 miliar. Namun saat dibawa ke bank, hanya 1 cek yang bisa dicairkan.
"Hanya bisa memenuhi Rp 1,5 miliar. Lalu saya perintahkan Thamrin (Ritonga) untuk meÂnyampaikan ke Asiong untuk memikirkan tambahan uang, minimal Rp 500 juta. Thamrin lalu bertemu Asiong dan saya sudah berangkat ke Jakarta," tutur Pangonal.
Keterangan Pangolan sama seperti kesaksiannya anaknya, Baikandi Laodomi Harahap pada sidang Kamis lalu (1/11). Baikandi mengaku ia yang mengambil cek Rp 3 miliar dari Asiong.
"Untuk kepentingan tim sukses pemenangan Djarot-Sihar saat Pilgub Sumut yang lalu, serta membangun kantor PDIP Labuhan Batu," ungkapnya.
Thamrin Ritonga—yang juga menjadi saksi—mengaku diÂsuruh mengambil kekurangan dana kampanye Pilgub Sumut ke Asiong. "Atas perintah Pangonal Harahap. Uang Rp 500 juta," kaÂtanya. Asiong memberi cek, yang kemudian dicairkan Thamrin di Bank Sumut.
Dalam sidang ini, Pangonal mengakui kesalahannya menÂerima uang dari Asiong. "Jadi setiap ada proyek, saya mendaÂpatkan keuntungan 15 persen dan intinya saya tidak pernah memaksa rekanan untuk memÂberikan fee itu kepada saya," kilahnya.
Pangonal berdalih tidak tahu Undang Undang Tindak Pidana Korupsi, yang melarang penyeÂlenggara negara menerima suap maupun gratifikasi.
"Saya tak pernah membaÂca tentang Undang Undang Korupsi, Pak Hakim. Saya tidak memahami itu. Sumpah. Kan memang semua bupati-bupati seperti itu. Yang saya ketaÂhui kontraktor atau pengusaha itu diperbolehkan (kasih fee proyek)," kata Pangonal.
Dalam perkara ini, Asiong didakwa menyuap Pangonal Rp 38,882 miliar dan 218 ribu dolar Singapura. Asiong memÂberikan rasuah untuk menggarap proyek Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018.
Kilas Balik
KPK Sita Aset Bupati Labuhanbatu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap. Mulai tanah, rukohingga pabrik pengolahan sawit.
"Tim KPK menyisir sejumlah aset yang diduga milik tersangka PH (Pangonal Harahap) terkait penanganan perkara yang berÂsangkutan," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Dua bidang yang disita terletak dekat Kantor Bupati Labuhanbatu. Sedangkan ruko berada di Jalan Karya Jaya, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan.
Tim KPK telah memasang plang pemberitahuan penyitaanterhadap aset-aset itu. Pemasangan plang ini juga untuk mencegah aset itu dipindahtangankan.
Pabrik sawit milik Pangonal sempat dijual ke Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang kini terpidana kasus korupsi proyek e-KTP. Namun transaksi ini terendus lembaga antirasuah. Pabrik itu pun dibeslah.
Adik Andi Narogong, Vidi Gunawan membenarnya adanÂya transaksi itu usai diperiksa KPK. Ia tak menyebut di mana lokasi pabrik sawit yang dibeli kakaknya dari Pangonal. Ia hanyabilang di Sumatera Utara.
"Kami mengingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati saat membeli aset dalam harga yang tidak wajar, yang diduga terafiliasi dengan kasus Bupati Labuhanbatu," kata Febri.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar melapor ke KPK jika mengetahui keberadaan aset Pangonal lainnya.
Sebelumnya, KPK telah meÂmanggil istri Pangonal, Siti Awal Siregar terkait kepemilikan aset yang diduga diperoleh dari hasil korupsi.
Korupsi Pangonal terbongkar setelah KPK melakukan opÂerasi tangkap tangan (OTT) suap proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantau Parapat, 17 Juli 2018.
Saat itu, pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Efendi Sahputra alias Asiong menyerahkan Rp 500 juta. Uang itu bagian dari Rp3 miliar "fee" proyek RSUD untuk Pangonal.
Dari hasil OTT, KPK menetapkan Pangonal, Asiong dan Umar Ritonga sebagai terÂsangka. Umar Ritonga, kerabat Pangonal—yang mengambil uang—buron dan masih dicari keberadaannya.
Belakangan, KPK kembali menetapkan kerabat Pangonal, Thamrin Ritonga sebagai terÂsangka. Ia penghubung Pangonal dengan Asiong. Thamrin menyÂusul ditahan pada 9 Oktober 2018 lalu.
Dari hasil penyidikan kasus ini, KPK memperoleh bukÂti Pangonal mengeruk fulus dari setiap proyek Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.
Sejak menjabat bupati pada 2016 hingga ditangkap KPK 17 Juli 2018, Pangonal diduga telah menerima Rp 50 miliar dari kontraktor proyek.
Hingga kini, penyidikan koÂrupsi Pangonal masih berjalan. Sementara, perkara Asiong suÂdah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan. ***
BERITA TERKAIT: