Ormas Islam & Kelompok Radikal (8)

Memahami Hakekat Masjid

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 23 Juli 2018, 09:23 WIB
Memahami Hakekat Masjid
Nasaruddin Umar/Net
KATA masjid berasal dari bahasa Arab dari akar kata sajada-yasjudu berati 'sujud' lalu membentuk kata masjid berarti 'tempat sujud'. Segala sesuatu yang ditempati sujud untuk mendekatkan diri ke­pada Allah Swt dapat disebut masjid. Nabi Muhammad Saw pernah mengatakan: al-ardhu masjid (bumi adalah masjid). Dengan demikian bumi ini bersih dan dapat digunakan untuk bersujud. Seorang petani shalat dan sujud di atas pematang sawah, seorang nelayan shalat dan sujud di atas pasir pantai, seorang tukang kebun shalat dan sujud di atas batu menghadap kiblat sama dengan orang yang sujud di atas sajadah di rumah, di masjid, atau di tempat lain.

Dalam perspektif Al-Qur'an, masjid tidak sela­manya berarti bangunan khusus untuk beribadah bagi umat Islam. Peristiwa Isra'-Mi'raj yang meli­batkan dua kata masjid, sebagaimana diebutkan di dalam Q.S. al-Isra'/17:1, yaitu Masjid al-Haram di Mekkah dan Masjid al-Aqsha di Palestina, be­lum memiliki bangunan khusus seperti sekarang. Masjid al-Haram lebih merupakan pelataran Ka’bah dan Masjid al-Aqsha adalah sebongkah batu besar yang biasa disebut "batu gantung" karena dimitoskan batu itu ingin menyertai Nabi Muhammad Saw ke Sidratil Muntaha. Kini batu besar itu berada di dalam bangunan masjid di kompleks al-Aqsha sebagaimana kita lihat saat sekarang ini.

Dalam perspektif ahli tarekat, badan manusia juga bisa disebut pakaian, tempat tinggal, seka­ligus sebagai tempat sujud (masjid) dimensi-dimensi batin manusia seperti kalbu, jiwa, 'aql, dan roh manusia. Bahkan dalam perspektif ilmu hakekat, badan biasa disebut Bait Allah (baca: Baitullah) atau Divine House (Rumah Tuhan), karena di dalam badan manusia terdapat Roh, yang dianggap sebagai unsur suci dari Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Qur'an: Fa idza sawwaituhu wa nafakkhtu fihi min ruhi (Maka apabila Aku telah menyempurnakan ke­jadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku/Q.S.Al-Hujurat/15:29).

Badan sebagai 'Bait Allah' merupakan nama lain dari Ka'bah, atau kiblat umat Islam di da­lam melaksanakan sejumlah ibadah mahdhah seperti shalat. Ka'bah juga sekaligus sebagai obyek tawajjuh, sebagaimana selalu kita ikrar­kan di dalam doa Iftitah: Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil 'alamin ("Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam/Q.S. al-An'am/6:162). Sesungguhnya shalatku, uru­sanku, dan hidupku hanya untuk Allah Tuhan semesta Alam). Badan manusia dianggap se­bagai Bait Allah atau Ka'bah secara ma'nawi, dianalogikan dengan 'Arasy yaitu singgasana Tuhan, Baitul Ma'mur yaitu miniatur 'Arasy yang khusus dibangun Tuhan untuk para malaikat setelah menyadari kelancangannya memper­tanyakan kebijakan Tuhan, dan Ka'bah miniatur Baitul Ma'mur yang dibangun para malaikat untuk Adam dan isterinya setelah melanggar larangan Tuhan di Surga (Lihat artikel terdahulu: Drama Kosmos).

Badan sebagai pakaian, tempat tinggal, dan masjid, apalagi dianalogikan sebagai Baitullah atau Ka'bah, sudah barangtentu harus bersih dari noda dan dosa. Pembersihan badan bukan hanya membersihkannya dari kotoran fisik den­gan cara berwudhu, tayammum, atau mandi dengan menggunakan air, sabun, atau shampoo, tepai juga harus dipelihara kebersihannya dari dosa dan kemaksiyatan.

Kalangan ulama tarekat mendasarkan pendapatnya dengan mengutip ayat Al-Qur'an: Wa tsi­yabaka fathahhir, wa al-rujzah fahjur (Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah perbuatan dosa (Q.S. al-Muddatsir/74:3-4). Yang dimaksud dengan pakaian di sini bukan hanya baju yang menempel di badan, tetapi badan yang merupakan pakaian atau selimut dimensi batin. Cara pembersihan­nya tentu bukan hanya membersihkan kotoran fisik tetapi juga dengan kotoran non-fisik. Kotoran non-fisik seperti dosa-dosa kemusyrikan. Musyrik dalam perspektif Fikih menyembah Tuhan selain Allah Swt. Bisa diartikan memberikan loyalitas kepada obyek tertentu selain hanya kepada Allah Swt, seperti menyembah berhala atau benda-benda tertentu yang diyakini mampu menentukan nasib seseorang.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA