Salah satunya Anjar. Usai kejadian, Anjar yang merupakan pedagang minuman dingin di Komplek Grand Wijaya Center, sempat dibawa ke klinik untuk mengobati luka dan pendarahan yang terjadi di kakinya akibat terkena pecahan kaca dari banÂgunan yang hancur.
Kemarin, Anjar sudah memÂbuka lagi lapak dagangannya yang hanya berjarak 10 meter dari bangunan ruko pusat ledakan. Namun, rasa nyeri masih tampak di wajahnya. Gaya biÂcaranya pun masih datar, seperti menahan sesuatu.
Rasa nyeri yang tampak di wajah Anjar merupakan akibat luka yang berada di telapak kakinya. Luka tersebut berada persis di bawah mata kaki kanannya. Perban putih dan dan plester kecil berwarna coklat sepanjang lima centimeter (Cm) menutup luka tersebut.
Dia bilang, lukanya memang tidak lebar. Tapi, cukup dalam hingga menembus kulit bagian bawah. Selain luka luar yang tampak dari perban, kaki Anjar juga masih bengkak.
"Ini sudah lumayan berkurang, Mas. Tadinya lebih besar lagi bengkaknya," kata Anjar di lapak dagangannya.
Anjar berkisah, saat kejadian, dia sangat terkejut. Saat itu dia berada persis di samping gerobak tempatnya meletakkan minuman dagangannya. "Pecahan kacanya kayak di
film action gitu."
Pas meledak, ia panik. Lalu, kakinya kena pecahan kaca. Tidak lebar, paling cuma satu Cm, tapi dalam. "Saya pas di samping gerobak. Kalau saya lagi di bawah bangunan bisa lebih parah," tandasnya.
Usai mendengar ledakan dan menyadari kakinya terluka, yang pertama dilakukannya adalah berusaha menyelematÂkan diri. Namun, hal itu pun tak bisa dilakukannya dengan cepat. Penyebabnya, serpihan material bangunan dan pecahan kaca berserakan, bahkan hingga menutupi jalan di sekitar komÂpleks ruko tersebut.
"Serpihan kaca dan bangunan dimana-mana, bahkan menumpuk hingga pinggir jalan. Ada teman-teman yang bantu saya nyari klinik atau rumah sakit terdekat. Soalnya, darah di kaki saya nggak berhenti," bebernya.
Kesulitan Anjar tak berhenti sampai di situ. Dia dan beberapa rekannya kesulitan menemukan klinik maupun rumah sakit terdekat yang buka 24 jam. Pasalnya, saat kejadian, waktu masih menunjukkan sekitar jam setengah lima pagi.
"Setelah nyari-nyari, akhirnya dapat klinik yang buka 24 jam. Di situ kaki saya dijahit, lima jahitan. Total biayanya Rp 400 ribu, bayar sendiri. Habis itu langsung pulang, nggak lama di kliniknya. Nanti disuruh kontrol lagi, tiga hari lepas jahitan, tapi tergantung kondisinya, sudah sembuh atau belum," ucapnya.
Meski mengalami luka yang cukup menyakitkan, pria yang sudah tujuh tahun berdagang bersama ayahnya di komplek ruko tersebut tetap bersyukur. Dia bersyukur karena situasi di sekitar bangunan pusat ledakan saat itu tak terlaku ramai. Jika hal itu terjadi, tentu akan lain ceritanya.
"Untung saat itu sepi. Padahal, kejadiannya habis pertandingan sepakbola. Untungnya, kalau di pinggir jalan gini nggak ada acara nonton bareng (nobar). Tapi kalau di dalam kafe-kafe di sekitar komplek ruko ini memang ada acara nobar," ucapnya.
Saksi Ditunjukkan Tabung Gas 12 Kg Hari itu, korban Ledakan gas, Anjar tidak berdagang sendiri. Dadang, ayahnya, menemaninya. Di tempat itu, Dadang menyesalkan pemilik bangunan yang jadi pusat ledakan karena tak memberikan perhatian sama sekali. Padahal, dia harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan anaknya.
"Kayaknya itu kantor konsultan. Pemiliknya tak menanggung pengobatan saÂma sekali. Padahal saya sudah kirim gambar, terus bukti bon pembayaran pengobatan ke karyawan. Harusnya, ada tangÂgung jawabnya. Dibicarakan realisasinya seperti apa," ujar Dadang.
Dia pun mencontohkan bangunan lain yang mesti mengÂganti kerugian sendiri akibat ledakan tersebut. Padahal, dia melihat cukup banyak kerugian materil yang diderita pemiliknya akibat kejadian tersebut.
"Kayak bangunan ini (menunjuk salah satu bangunan) ada delapan lembar kaca harus diganti. Ini langsung diganti setelah kejadian. Pemiliknya sendiri yang ganti, semalam (Kamis, 12/7) baru selesai dipasang," terangnya.
Terkait penyebab ledakan, sebagai saksi yang diminta keterangan oleh polisi di tempat, Dadang mengatakan bahwa sumbernya dari tabung gas. Dia menampik penyebabÂnya adalah bom atau bahan peledak lainnya.
"Tabung gasnya ditunjukÂkan ke saya sama tim polisi. Tabung gas yang biru, 12 Kg. Indikasinya memang dari gas. Nggak ada bukti lain yang dibawa selain tabung gas," ujarnya.
Hari itu, suasana di sekitar lokasi ledakan telah berjalan normal. Bangunan yang jadi pusat ledakan dipasangi garis polisi. Tak ada aktivitas di banÂgunan yang terdiri dari lima lantai tersebut. Kaca dan pintu di bangunan itu hancur. Untuk sementara, pintu dan kaca jenÂdela dipasangi triplek.
Di sisi lain, bangunan di sekitarnya pun mulai diperÂbaiki. Ada belasan bangunan yang rusak dalam radius sekiÂtar 500 meter persegi. Sisa-sisa serpihan kaca hampir tidak terlihat lagi.
Latar Belakang
Gas Meledak Di Grand Wijaya Center
Diduga Terpicu Percikan Korsleting Listrik
Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan melakukan penyelidikan meledaknya satu unit ruko di komplek Grand Wijaya Center, Blok F, Nomor 36B, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Unit ruko yang meledak itu merupakan kantor konsultan properti bernama PT Provalindo Nusa dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Febriman Siregar dan Rekan.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jaksel AKBP Stefanus Tamuntuan menjelaskankronologi terjadinya ledakan yang mengakibatkan 11 ruko di sekitarnya mengalami kerusakan itu. Dia mengatakan, peristiwa itu terjadi sekitar jam 4.20, Kamis (12/7).
Berdasarkan keterangan tiga saksi yang merupakan pekerja di KJPP Febriman Siregar, ledakan itu terjadi setelah geÂlaran semifinal Piala Dunia 2018 antara Inggris dan Kroasia yang disiarkan langsung stasiun televisi berakhir.
Ketiga saksi itu adalah Pulonggono, Aryudha dan Kasbi. Aryudha mengatakan, setelah menonton siaran langsung semiÂfinal Piala Dunia di lantai empat ruko tersebut, ia naik ke lantai lima guna beristirahat.
Namun belum lama dirinya hendak beristirahat, Aryudha mendengar suara ledakan yang sangat keras. Dia pun bangun dan melihat situasi sekitar dari jendela.
"Saksi melihat dari jendela, di bawah sudah berantakan akibat ledakan. Selanjutnya, saksi dan temannya keluar untuk menyelaÂmatkan diri," ujar Stefanus.
Hal serupa dialami Pulonggono dan Kasbi. Keduanya yang tanÂgah terlelap, terhempas kaget lantaran suara ledakan yang beÂgitu keras. Pulonggono mengaku dirinya sempat berteriak kaget saat ledakan terjadi.
"Dia mengira itu gempa, dan melihat ke lantai tiga berantakan.Saat turun di lantai satu, saksi melihat api yang membakar file-file, dan saksi membawa file yang terbakar tersebut ke kamar mandi untuk dipadamkan," lanÂjut Stefanus.
Stefanus menambahkan, dirinya pun sempat mendengar dentuman ledakan tersebut saat berada di Markas Polres Jakarta Selatan. Lokasi kejadian tak begitu jauh dari Mapolres.
Namun, awalnya dia menduga,dentuman itu adalah ledakan ban. Tak lama kemudian, salah satuanggotanya mengabari telah terjadi ledakan.
"Suaranya terdengar ke kanÂtor, awalnya saya kira apa. Nggak lama anggota saya meÂnelpon," ujarnya.
Ledakan tersebut diketahui berasal dari bocornya tabung gas12 kilogram di ruangan terÂtutup tanpa ventilasi. Percikan korsleting listrik diduga menjadi penyebabnya.
Polisi telah menyita tabung gas, selang dan kompor untuk diperiksa lebih jauh. Selain itu, olah tempat kejadian perkara telah selesai dilakukan. Garis polisi yang tadinya mengelilingi lokasi kejadian, kini telah dilepas dan hanya dipasang di pusat ledakan. ***