Sangat subjektif untuk menjawab pertanÂyaan tersebut. Boleh jadi jawabannya sangat tidak masuk akal tetapi dinikmati luar biasa oleh para pemudik. Tak terbayang betapa inÂdahnya berada dalam kecupan bibir seorang ibu tua yang dulu pernah membelai anaknya setiap hari. Tak terbayang lezatnya bisa kemÂbali merasakan racikan sayur yang dibuat oleh sang ibu. Tak terbayang betapa indahnya satu keluarga bisa hidup tergelatak bersama di atas karpet tua bersama keluarga dekat. Tak terlukiskan bagaimana nikmatnya makan berÂsama di rumah kecil di tengah sawah sambil menjaga burung pipit untuk tidak memakan buah padi. Bagaimana indahnya seorang anak Jakarta memanjat pohon memetik buah kebun eyangnya. Pemandangan ini juga pernah diÂlukiskan dalam Al-Qur'an: "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan meÂmeliharanya?" Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. (Q.S. Thaha/20:40).
Tidak bisa dibayangkan bagaimana indahÂnya seorang anak mencium kaki seorang ibu dan bapak tua sambil menangis seraya memohon ampun atas berbagai bentuk keÂnakalan dan kedurhakaan yang pernah dilakuÂkan di masa lalu. Bagaimana nikmatnya menÂdengarkan tiupan seruling senja seorang anak pengembala kebo di pinggir sawah. BagaimaÂna indahnya ikut serta saudara menangkap ikan di laut atau menangkap ikan di empang milik keluarga. Kesemuanya itu merupakan peristiwa psikologis yang tak gampang diluÂpakan. Pengalaman indah di kampung mengÂhilangkan sisa-sisa penderitaan di atas kendÂaraan sepanjang jalan menuju ke kampung.
Kenikmatan lain yang tak terlukiskan, bagaimana senangnya orang desa diberi bantuan dan shadaqah, walau itu pakaian bekas dan uang recehan. Sedikit artinya bagi orang kota ternyata amat besar artinya bagi orang desa. Kesemuanya itu membuahkan rasa syuÂkur tak terhingga kepada Allah Swt. Betapa agung Sang Maha Kuasa menganugrahkan sedikit kelebihan sehingga bisa menyenangÂkan orang tua dan segenap warga di kampung halaman. Teristimewa jika seseorang mampu membangun atau memugar sebuah mesjid tua dan kumuh menjadi masjid baru dan indah di kampung. Ada lagi yang membangunkan ruÂmah-rumah tahfiz dan madrasah di kampung. Subhanallah, sang pemudik bagaikan merasaÂkan syurga sebelum waktunya.
Para pemudik merasakan indahnya sebuah keluguan, ketulusan, dan keikhlasan rasa cinta dan rasa sayang dari kampung, suatu perasaan yang amat sulit ditemukan di dalam masyarakat perkotaan. Benar kata orang bahÂwa orang yang tidak pernah mudik dikhawatirÂkan hatinya kering, pikirannya sering bengkok, dan kepribadiannya lebih egois dan individuÂalistis. Sebaliknya mentalitas orang-orang yang sering mudik cenderung lebih luhur, lebÂih ikhlas, dan ringan tangan untuk berbagi. Ke depan kita berharap memberikan pemaknaan mudik ini sebagai proses pematangan psikolÂogis-spiritual. Semoga kebudayaan mudik ini berbanding lurus dengan penciptaan kepribaÂdian luhur bangsa Indonesia. Aamiin.