Selanjutnya mereka menebar kader-kadernya yang sudah jadi untuk menguasai rumah-rumah ibadah, seperti masjid dan mushala. Mereka menjadi aktivis di masjid itu dengan melakukan hal-hal yang produktif, seperti membersihkan masjid, mengaktifkan remaja masjid dan penÂgajian serta menjadi muazin. Suatu ketika imam rawatibnya berhalangan ia maju menjadi imam. Sebagai kader tentu bacaan, tajwid, makhraj, dan lagunya sangat baik, sehingga menjadi imam pengganti manakala imam tetap berhalanÂgan. Suatu saat sang khatib Jum'at berhalangan tiba-tiba, maka seolah-olah terpaksa ia menjadi khatib Salat Jum’at. Tentu saja sudah dipersiapÂkan materi khutbahnya dengan baik. Akhirnya si anak muda ini berhasil mencuri perhatian jaÂmaah dan pengurus masjid, meskipun mereka tidak tahu asal-usul pemuda itu. Suatu saat terÂjadi reshuffle Pengurus Masjid untuk mengganti pengurus yang wafat atau pindah alamat, ia diÂpasang sebagai pengurus baru. Di antara para pengurus dialah paling rajin. Pada saatnya tiba waktu pemilihan pengurus baru, ia terpilih seÂbagai ketua formatur, bahkan terkadang dipilih secara aklamasi karena prestasinya yang luar biasa di masjid itu. Giliran melengkapi kepenguÂrusan, kesempatan yang sudah lama ditunggu-tunggu, dimasukkanlah seluruh kawan-kawanÂnya dari luar menjadi pengurus. Lama kelamaan mereka mengambil alih seluruh aktivitas masjid, termasuk imam, khatib, dan penceramah tetap di masjid itu. Penceramah lama tidak dipakÂai lagi. Mulailah satu persatu orang didoktrin, hingga masjid itu menjadi markas aktifitas KelÂompok Radikal itu. Mereka tidak perlu membeli tanah, membangun bangunan, dan membiayai operasional kegiatannya karena mereka sudah betul-betul memiliki masjid itu. Bahkan hati dan pikiran jamaah masjid itu pun dimiliki. BelakanÂgan orang lain baru sadar kalau masjid dan warÂganya sudah "dimiliki" orang lain. Di tempat lain, sepatu dan dan sandal jamaah masjid hilang tetapi di tempat ini yang hilang adalah masjid dan jamaahnya.
Mesjid dan institusi yang sudah dikuasai dibuatkan Akte Yayasan sebagai badan hukum untuk menampung dana-dana dari dalam kelÂompok maupun dari luar, termasuk bantuan dari luar negeri, untuk membiayai aktivitas mereka. Terkadang juga mendirikan Panti Asuhan, yang anggotanya terdiri atas anak-anak yang tidak mampu atau tidak punya keluarga. Mereka meÂnyekolahkan dan sekaligus mendoktrinnya, seÂhingga disuruh apapun oleh seniornya mereka mau kerjakan, termasuk melakukan bom bunuh diri jika diperlukan. ***