Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jemaat Di Kantor Pusat Ahmadiyah Sangat Sedih

Penyerangan Di Lombok Timur

Selasa, 22 Mei 2018, 09:55 WIB
Jemaat Di Kantor Pusat Ahmadiyah Sangat Sedih
Foto/Net
rmol news logo Jemaat Ahmadiyah di Lombok Timur diserang massa pada Sabtu (19/5) dan Minggu (20/5). Akibatnya delapan rumah rusak, empat motor hancur, serta 24 orang dievakuasi ke Kantor Polres Lombok Timur. Namun, tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Penyerangan yang ter­jadi untuk kesekian kalinya ini, menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi kalangan jemaat Ahmadiyah di Kantor Pusat Ahmadiyah di Jalan Balikpapan I, Gambir, Jakarta Pusat, ke­marin.

Usai sholat dhuhur, beberapa jemaat memilih meriung santai di Masjid Al Hidayah yang men­jadi satu komplek dengan kantor pusat Ahmadiyah di Indonesia. Mereka duduk di ruang tengah masjid.

Wajah mereka tampak sendu, seperti tersirat perasaan kha­watir setelah penyerangan ter­hadap jemaat Ahmadiyah di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Bosan meriung, sebagian dari mereka memilih merebahkan badannya di karpet masjid yang cukup empuk. "Kami ikut sedih melihat saudara kita diserang massa," ujar Jusman, salah satu jemaat Ahmadiyah kepa­da Rakyat Merdeka, kemarin.

Kantor Pusat Ahmadiyah be­rada di tengah-tengah pemuki­man padat penduduk. Secara bentuk, tidak ada beda antara masjid Ahmadiyah dengan masjid lainnya. Di bagian atas juga terdapat kubah dan menara layaknya masjid pada umum­nya. Yang membedakan, hanya bentuk bangunan yang sedikit mengerucut ke atas.

Di depan masjid terdapat plang cukup besar warna hijau. Tulisannya, "Masjid Al Hidayah". "Kami sudah ada di sini sejak ta­hun 1970-an," sebut Jusman.

Masuk lebih dalam, terda­pat pintu masuk di sebelah kiri. Setelah masuk, pengunjung baru mengetahui bahwa kantor tersebut menjadi Kantor Utama Ahmadiyah. Pasalnya, di sekelil­ing masjid terdapat papan besar yang menginformasikan jarin­gan Ahmadiyah di seluruh dunia. Mulai dari Amerika, Kanada hingga Indonesia. "Kami sudah ada 300 cabang di Indonesia," klaim Jusman.

Selain itu, terdapat gambar pendiri organisasi Ahmadiyah, yaitu Mirza Ghulam Ahmad yang bersanding dengan pimpinan besar Ahmadiyah dari massa ke massa hingga periode sekarang.

Selama berkantor di sini, Jusman mengaku tidak pernah mendapat gangguan yang berarti dari penduduk sekitar. Sebab, kata dia, warga pada umumnya sudah menerima Ahmadiyah karena te­lah duduk berdampingan selama puluhan tahun. "Kalaupun ada gangguan, itu terjadi tiga tahun lalu," kata dia.

Jusman mengaku punya pen­galaman tidak mengenakan selama berkantor di tempat ini. Saat itu, kata dia, banyak yang memprovokasi melalui pengeras suara agar tidak berkunjung ke masjid ini. "Tapi setelah ditelu­suri oleh polisi, ternyata mereka terpengaruh oleh hasutan pihak luar," tandasnya.

Setelah kejadian tersebut, lanjut Jusman, pihak kepolisian memberikan pengertian agar tidak melakukan provokasi yang merusak ketentraman masyarakat. "Setelah diberi penger­tian, akhirnya mereka paham dan tidak melakukan provokasi lagi," kenangnya.

Jusman mengklaim, selama ini tidak ada perbedaan antara Ahmadiyah dengan organisasi massa Islam lainnya. "Kami sholat lima waktu dan puasa. Kalaupun beda hanya 1 persen, sisanya 99 persen sama semua," klaimnya.

Untuk itu, dia berharap ke­pada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan pihak manapun yang menyebut Ahmadiyah sesat. "Lebih baik silaturahmi ke sini, nanti kami jelaskan semua," ucapnya.

Selain itu, lanjut Jusman, pihaknya juga tidak meminta penambahan keamanan ke pihak kepolisian terkait peristiwa yang terjadi di Lombok Timur. "Polisi sudah tahu kalau di sini aman-aman saja," tandasnya.

Terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 3 tahun 2008 tentang Peringatan, dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Jusman mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan uji materi ndang-Undang Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama (P3A/ Penodaan Agama) yang menjadi pangkal diterbitkannya SK terse­but. "Kami tinggal menunggu putusan dari MK," ujarnya.

Bila MK menerima gugatan yang dilayangkan Ahmadiyah, menurut Jusman, maka dengan sendirinya SKB tersebut dibatal­kan.

Mayoritas Pengungsi Perempuan Dan Anak-anak


 Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana menyatakan, penyerangan dan perusakan rumah serta pengusir­an warga Ahmadiyah di Lombok Timur mengakibatkan 24 warga harus mengungsi sementara di Mapolres Lombok Timur.

"Kejadian ini mengakibatkan enam rumah rusak, peralatan ru­mah tangga dan elektronik serta empat sepeda motor hancur," ujar Yendra dalam keterangannya.

Yendra menyebut, dari 24 pengungsi, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. "Ada 21 orang perempuan dan anak-anak, dan hanya tiga orang laki-laki. Sebagian suami mereka bekerja, dan berada di luar kota," sebutnya.

Yendra berharap, para pen­gungsi bisa kembali ke rumah mereka di Dusun Grepek Tanak Eat, dan menjalani hidup seperti biasa. "Seperti dinyatakan oleh Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang yang menjamin untuk merehabilitasi kembali harta mereka," ucapnya.

Lebih lanjut Yendra menduga, pengrusakan tersebut dilakukan massa dengan motif kebencian dan intoleransi kepada paham agama berbeda. Mereka, kata dia, juga ingin meratakan selu­ruh rumah penduduk komunitas Muslim Ahmadiyah dan men­gusirnya dari Lombok Timur. "Amuk massa ini sejatinya sudah terindikasi mulai Maret 2018," sebutnya.

Yendra menyebut, saat ini ada seribuan anggota komunitas Ahmadiyah di NTB yang merasa terancam dengan aksi kekerasan tersebut. "Tapi, mereka tak mau muncul karena merasa jiwanya terancam," tandasnya.

Dengan itu, Yendra menyesal­kan terjadinya pengrusakan ini di tengah suasana khusyuknya ibadah puasa Ramadan yang se­harusnya penuh kedamaian, serta menjauhi amarah dan kebencian kepada sesama. "Tapi, sekel­ompok massa justru melaku­kan penyerangan, perusakan, dan pengusiran kepada sesama warga negara,"  sesalnya.

Untuk itu, Yendra menun­tut jaminan keamanan dari pihak kepolisian di manapun Komunitas Ahmadiyah berada, jaminan dari pemerintah pusat dan daerah untuk tinggal di rumah yang dimiliki secara sah karena dijamin UUD 1945.

Juga, lanjut dia, jaminan dari pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan ibadah se­suai keyakinan masing-masing. "Penegakan hukum yang adil atas para pelaku penyerangan, perusakan dan pengusiran," pintanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA