Makna Spiritual Isra Miraj (25)
Tantangan Mi’raj: Terlalu Banyak Bicara
Nasaruddin Umar/Net
PENDAKIAN menuju maqam tertinggi membutuhkan ketenangan, keheningan, dan kevakuman. Terlalu banyak bicara bisa menyeÂdot energi spiritual ke level bawah, bukannya ke level lebih tinggi. Memang bicara adalah hak paling mendasar yang dimiliki manusia. Islam mengharuskan umatnya bicara, sungguhpun yang dibicaraÂkan itu pahit, sebagaimana sabda Nabi: "KaÂtakanlah meskipun itu pahit". Namun bicara yang melampaui batas, selain akan terancam penderitaan di dunia juga neraka di akhirat. Hampir separoh penyesalan dalam hidup terÂjadi karena mulut, yakni bicara yang tak terkÂendalikan. Hampir separoh dosa yang lahir dari mulut. Hampir setiap hari mulut kita menelan korban. Membicarakan aib orang lain, berboÂhong, mengumpat, menyindir, memfitnah, kritik berlebihan, mengutuk, memaki, berkata kotor dan keji, guyon berlebihan, mengejek, menerÂtawakan, menyebarkan rahasia, mengungkapÂkan amarah, menghujat dan menghasut, menÂgadudomba, pertengkaran, pembicaraan batil, sumpah palsu, dan ketawa yang mabuk, sudah barangtentu akan membawa penyesalan dan dengan akibatnya lebih jauh.
Yang termasuk bicara di sini ialah menggunakan pena, computer, body language, dan alat komunikasi lainnya yang menyampaikan peÂsan berlebihan, seperti halnya dalam bentuk lisan tadi. Segala sesuatu yang berlebihan berÂpotensi membawa malapetaka yang menyediÂhkan. Sebelum neraka akhirat, neraka dunia sudah banyak dialami bagi mereka yang terÂlalu banyak bicara atau tidak mengontrol pemÂbicaraannya. Sehubungan dengan ini, RasuÂlullah Saw memperingatkan kita: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata benar atau lebih baik diam". "Apabila kamu melihat orang mukÂmin pendiam lagi berwibawa, maka dekatilah ia karena ia akan mengajarkan hikmah". "TerÂmasuk bagusnya keislaman seseorang adaÂlah meninggalkan apa yang tidak penting bagÂinya". "Maukah aku ajarkan kepadamu amal yang ringan dikerjakan badan tetapi berat daÂlam timbangan? Dijawab oleh sahabat Ya, lalu Rasulullah menjawab: Yaitu diam, bagus budi pekerti, dan meninggalkan apa yang tidak pentÂing bagimu". "Kebahagiaan itu bagi yang menaÂhan kata-kata dari lidahnya, dan menginfakkan kelebihan dari hartanya". "Kebahagiaan itu bagi yang menahan kata-kata dari lidahnya, dan menginfakkan kelebihan dari hartanya". "KataÂkanlah perkataanmu dan janganlah kamu digoÂda syaitan".
Orang-orang yang banyak berbicara dalam arti pembicaraan yang tidak berguna dan malah merugikan orang lain maka sebaiknya dihindari untuk menjadikannya sebagai sahabat karib. Ini sesuai dengan apa yang diisyaratkan Allah Swt dalam Al-Qur’an: "Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.)" Q.S. al-Nisa'/4:140). Jika kita bersahabat dengan mereka sudah baÂrang tentu akan menyedot kita ke dalam energy negative, pada saatnya membuat diri kita terÂlibat ke dalam berbagai masalah. Sebaliknya jika kita bersahabat dengan orang-orang arif biÂjaksana maka kita juga akan tersedot ke dalam energy positif, yang pada saatnya akan mendaÂtangkan hikmah positif.
Dalam kehidupan kita sehari-hari banyak sekali orang meninggalkan akhlak berbicara. Mereka tidak lagi memiliki tenggang rasa, seÂolah-olah tidak memiliki nurani yang meneranÂgi batinnya di dalam mengarungi perjalanan hidup. Akibtnya ia menabrak atau ditabrak. TeÂgasnya orang yang banyak bicara tanpa terÂprogram dan terkontrol akan mengalami banÂyak penyesalan hidup. Kita perlu menegaskan pada diri sendiri: "Biarkanlah orang lain korban tetapi jangan pernah melalui mulut kita". SuÂlit dibayangkan seseorang bisa melejit ke langit selama masih bergelut dengan urusan bumi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.