Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha menjelaskan, kedua saksi diperiksa untuk tersangka korporasi PT Tuah Sejati. Arie menjalani pemeriksaan tujuh jam. Ia dikorek mengenai pelakÂsanaan proyek multiyears itu.
Pada tahun 2006 dikucurkan daÂna Rp 8 miliar, Tahun 2007 Rp 24 miliar. Tahun 2008 Rp 124 miliar. Tahun 2009 Rp 164 miliar. Tahun 2010 Rp 180 miliar. Terakhir, tahun 2011 Rp 285 miliar.
KPK menduga proyek yang anggarannya bersumber dari APBN itu merugikan negara Rp 313 miliar. "Kita ingin meÂmastikan bagaimana dana-dana tersebut dikelola serta didistriÂbusikan kepada rekanan proyek tersebut," kata Priharsa.
Selain PT Tuah Sejati, KPK menetapkan PT Nindya Karya kasus ini. Perusahaan plat merah itu diduga memperoleh keuntunÂgan Rp 44,68 miliar. Sedangkan PT Tuah Sejati Rp 49,9 miliar.
Kedua korporasi diduga meÂlanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penetapan dua korporasi seÂbagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan sebelumnya. Saat itu, KPK menjerat empat tersangka. Yakni Kepala Cabang Nindya Karya Sumatera Utara dan Aceh, Heru Sulaksono; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Pelabuhan Bebas Sabang, Ramadhany Ismy; Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ruslan Abdul Gani dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Teuku Syaiful Ahmad.
Heru Laksono telah divoÂnis bersalah. Ia dijatuhi hukuÂman sembilan tahun penjara pada 2014 lalu. Selain itu, Heru dikenakan denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian Rp 12,65 miliar subÂsider tiga tahun penjara.
Dari hasil penyidikan kasus empat tersangka terdahulu, KPK menemukan indikasi peÂnunjukan langsung, konspirasi menyiapkan perusahaan pelakÂsana proyek, dan dugaan pengÂgelembungan harga.
"Setelah KPK melakukan proses pengumpulan informasi dan data, termasuk permintaan keterangan pada sejumlah pihak dan terpenuhi bukti permulaan yang cukup, maka KPK melakuÂkan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka PTNK dan PTTS," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Hingga kemarin, lembaga antirasuah telah memeriksa 130 saksi. Sementara untuk mengemÂbalikan kerugian negara, KPK telah memblokir rekening PT Nindya Karya dan menyita aset PT Tuah Sejati. Aset yang dibeÂslah dua SPBU di Banda Aceh dan Meulaboh. Nilainya sekitar Rp 20 miliar.
Kilas Balik
Anggota DPR Kecipratan Duit Korupsi 1 Miliar
Bupati Bener Meriah, Ruslan Abdul Gani pasrah dihukum penjara selama lima tahun dalam kasus korupsi proyek pembanguÂnan Dermaga Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam.
"Saya ikhlas mudah-mudahan kesalahan saya dapat dihapuskan baik di dunia dan akhirat," ujar Ruslan usai sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 23 November 2016.
Tak hanya hukuman badan, Ruslan juga diwajibkan membaÂyar denda sebesar Rp 200 juta. Dengan ketentuan bila denda tidak dibayarkan, maka diganti kurungan tiga bulan.
Selain itu, Ruslan dijatuhi piÂdana tambahan membayar ganti rugi keuangan negara sebesar Rp 4,36 miliar. Bila tidak sangÂgup membayar, maka hartanya akan disita untuk dilelang. Jika tak mencukupi untuk menutup kerugian negara, maka diganti hukuman penjara satu tahun.
Majelis hakim menilai Ruslan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Perbuatannya memenuhi unsur dakwaan
Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
Majelis hakim mempertimÂbangkan hal yang memberatkan maupun meringankan sebelum menjatuhkan hukuman kepada Ruslan. Hal yang memberatkan, Ruslan tidak mendukung proÂgram pemerintah memberantas korupsi.
"Yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, menyeÂsali perbuatannya, dan masih puÂnya tanggung jawab keluarga," kata ketua majelis Mas'ud.
Kasus ini terjadi ketika Ruslan menjabat Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Penunjukan Ruslan seÂbagai Kepala BPKS berdasarkan surat keputusan Gubernur NAD Irwandi Yusuf.
Ruslan memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek dermaga Sabang, membuat harga perkiraan sendÂiri (HPS). Harga perkiraan satuan pekerjaan itu digelemÂbungkan.
Setelah uang proyek cair dari pemerintah, hasil penggelemÂbungan harga itu kemudian dibÂagi bersama Kepala Cabang PT Nindya Karya Sumatera Utara dan Aceh, Heru Sulaksono yang mendapat Rp 19,8 miliar dan perwakilan PT Nindya Karya, Sabir Said yang menerima Rp 3,8 miliar.
Duit hasil korupsi juga mengaÂlir ke pejabat pembuat komitmen (PPK) pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2004-2010, Ramadhani Ismy sebesar Rp 470 juta, dan Ananta Sofwan, staf ahli PT Ecoplan Rekabumi Interconsultant Rp 250 juta.
Sementara Ruslan menganÂtong Rp 5,3 miliar. Dalam persidangan terungkap Ruslan memÂbagi duit itu kepada anggota DPR. "Uang yang diterima terdakwa sejumlah Rp1 miliar diserahkan kepada anggota DPR RI yang berasal dari Aceh yakni Marzuki Daud sehingga uang yang terbukti diterima dan dinikmati terdakwa adalah sebesar Rp 4.360.875.500," kata hakim Hugo membacakan fakta persidangan dalam sidang putuÂsan ini. ***
BERITA TERKAIT: