Islam tetap eksis sebagaimana adanya di bumi Indonesia di satu sisi. Di sisi lain nasionalÂisme tetap menemukan diri juga sebagaimana adanya.
Sebagai sebuah bangsa dan negara besar, terdiri atas ribuan pulau berikut kondisi objektif suku bangsa, agama dan bahasanya berbeda satu sama lain, sudah barang tentu terbayang betapa rumit mengaturnya. Apalagi dengan keÂberadaan geografis Indonesia yang menduduki posisi silang di tengah percaturan gelombang peradaban dan globalisasi. Ujian dan tantangan Nasionalisme Indonesia akan semakin berat.
Sebagai umat dan sebagai warga bangsa seÂharusnya kita selalu terpanggil untuk ikut meraÂwat Nasionalisme Indonesia agar tetap konsisÂten seperti sejak awal diperkenalkan oleh
the founding father kita. Sudah tidak lagi zamannya memperhadap-hadapkan antara Islam nasionÂalisme, karena sejarah bangsa ini telah menyeÂlesaikannya secara konstruktif berbagai persoÂalan yang bersifat konseptual.
Kita perlu mengenang Prof. Soenario, yang termasuk arsitektur Nasionalisme IndoneÂsia, pernah menyatakan bahwa dasar dan tuÂjuan nasionalisme Indonesia adalah persaÂmaan keturunan, persamaan kepercayaan dan agama, bahasa, dan kebudayaan.
Asal usul orang-orang Indonesia dari rumÂpun bangsa Ostronesia (Indo China) dan benÂtuk fisiknya mirip satu sama lain yang dalam anÂtropologi disebut Palaemongoliden (Mongolide tua). Persamaan agama di sini dimaksudkan sebagai agama-agama menjadi sumber motiÂfasi kuat digunakan untuk melawan dan menÂgusir penjajahan. Karena Indonesia mayoritas umat Islam maka peran Islam sedemikian beÂsar di dalam mewarnai nasionalisme Indonesia, namun tidak berarti agama lain tidak terakomoÂdasi di dalam NKRI ini.
Nasionalisme Indonesia konsep dasarnya tercermin di dalam Pembukaan UUD 1945. Jika dicermati maka ada lima unsur utama yang mendasari terbentuknya nasionalisme IndoÂnesia di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: Bertujuan untuk mewujudkan dan mempertahÂankan kemerdekaan bangsa, mewujudkan dan mempertahankan persatuan nasional, mewuÂjudkan dan memelihara keaslian dan keistimeÂwaan, mewujudkan dan memelihara pembeÂdaan dan ciri khas di antara bangsa-bangsa yang ada, dan berperan serta mewujudkan keÂtertiban dan kesejahteraan dunia. Pada mulanÂya konsep nasionalisme Indonesia lebih identik dengan kultur keislaman, namun setelah
NaÂtional Indische Party (pengganti Indische Partij) dalam kongres nasional se Hindia tahun 1922 yang memperkenalkan konsep nasionalisme Hindia.
Perkembangan berikutnya faktor kultur Jawa ikut lebih dikenalkan, terutama setelah peristiÂwa "Jawi Hisworo", yang menghasilkan konsep nasionalisme Jawa (
committee voor het Java ansche nationalism). Karena kultur Jawa juga banyak identik dengan kultur Islam maka kedua konsep nilai ini tidak berhadap-hadapan satu sama lain. Meskipun tidak bisa diingkari masih di sana-sini ada pernik-pernik yang memerluÂkan penyelesaian secara
on-going process.
Antara Islam dan nasionalisme di masa awal bangsa Indonesia tidak banyak dipermasalahÂkan. Bahkan HOS Tjokrooaminoto selaku pemimpin Sarekat Islam pada tahu 1925 menyaÂtakan: "Islam sepertujuh bahagian rambutpun tak menghalang dan merintangi kejadian dan kemajuan nasionalisme ang sejati’tetapi memÂajukan dia." Pderkembangan menjadi lain setÂelah Soekarno terlalu kencang menyuarakan konsep nasionalisme Indonesia yang lebih meÂnekankan kepada rasa cinta Tanah Air. Inilah kemudian mengejahwentahkan Islam IndoneÂsia yang inklusif.