Fenomena desunninisasi umat Islam IndoÂnesia, bukan hanya mengancam warga musÂlim sunni Indonesia, tetapi kelangsungan NKRI yang disusun di atas struktur dan filosofi Islam sunni. Sebutlah empat pilar Indonesia: PancasiÂla, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan RI, dan UUD-1945, yang sering dipelintir oleh K.H. Agil Siraj dengan "PBNU" adalah betul-betul diÂjiwai dan disemangati oleh Islam Sunni, tanpa menafikan agama dan kelompok lain. Sikap demokratis Islam Sunni dan begitu akomoÂdatif terhadap kearifan lokal sangat compapatÂible dengan kondisi obyektif bangsa Indonesia yang majmuk dan berbudaya maritim (maritim culture). Jika keberadaan Sunni di Indonesia digugat, itu sama artinya menggugat empat piÂlar Indonesia.
Pengertian populer Islam sunni di Indonesa ialah Islam yang beraliran Ahlus Sunnah dan mengakui empat mazhab, yaitu Mazhab Abu Hanifah, mazham Malik, Mazhab Syafi', dan Mazhab Hambali. Umumnya ormas Islam sepÂerti Nahdhatul 'Ulama dan Al-Washliyah serta sejumlah ormas Islam lainnya lebih berat menÂgacu ke mazhab Syafi'i. Mazhab Syafi'i meÂmang paling umum dianut di Asia Tenggara, misalnya di Malaysia, Bruney Darussalam, SinÂgapura, dan Thailand.
Selain aliran Sunni, di Indonesia juga dikenal beberapa aliran minoritas seperti aliran
Syi'ah, Wahabi, Ahmadiyah, dan sejumlah tarekat. Tarekat yang umum (
al-thariqah al-mu'tabarah) di Indonesia pada umumnya berada di bawah payung Islam Sunni. Perkembangan terakhir juga muncul sejumlah organisasi yang juga suÂdah terdaftar di Kemdagri, azas dan alirannya tidak dijelaskan, hanya disampaikan sebagai ormas yang berbasis Islam. Di antaranya kelÂompok
Majlis Tafsir Al-Qur'an (MTA) yang berÂpusat di Solo dan
Wahdah Islamiyah (WI) yang berpusat di Makassar, Jamaah Tablig dan HizÂbut Tahrir yang berpusat di Jakarta. Ada juga sejumlah perkumpulan yang tidak membentuk organisasi resmi tetapi intensitas pertemuanÂnya terkadang lebih intensif daripada ormas IsÂlam yang sudah resmi.
Indonesia pasca reformasi memang seperÂti lahan subur untuk tumbuhnya ormas-ormas keagamaan, khususnya Islam. Pada zaman Orde Baru syarat untuk menjadi Ormas sedeÂmikian ketatnya sehingga pertumbuhan ormas saat itu relatif sangat lamban. Akan tetapi pasÂca reformasi (1998) pertumbuhan Ormas Islam sangat pesat. Hampir tidak satu pun pemohon yang ditolak saat mengajukan permohonan seÂbagai ormas Islam resmi. Tidak saja sampai di situ, mereka pun bebas sebebas-bebasnya melakukan aktifitas, termasuk menerbitkan media-media publik seperti mendirikan radio, TV berbayar, media sosial, menerbitkan meÂdia-media cetak seperti surat kabar, tabloid, dan majalah. Mereka juga sedemikian bebas mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal, sampai ke Perguruan Tinggi.