Sejalan dengan budaya luhur bangsa IndoÂnesia, ajaran Islam juga tidak pernah memÂperkenalkan istilah kelompok mayoritas-minoriÂtas (
aktsariyah-akaliyah). Baik ketika ia menjadi kelompok minoritas di Mekkah maupun ketika menjadi kelompok mayoritas di Madinah. IstiÂlah kelompok mayoritas-minoritas muncul daÂlam dunia Islam, menurut Dr. Kamal Said habib, dikenal dalam pemerintahan Dinasti Ustani (Kerajaan Ottoman) Turki ketika bersinggunÂgan dengan beberapa kelompok masyarakat/ negara yang berada di bawah kelompok protekÂtorat negara-negara besar Eropa. Para ulama fikih, terutama empat imam mazhab terkemuÂka Sunni, yaitu Anu Hanifah, Malik, Syafi', dan Ahmad ibn Hanbal, juga tidak memperkenalkan konsep moyoritas-minoritas. Hal ini bisa dipaÂhami karena dalam Islam tidak dibedakan hak antara orang-orang yang tergolong dari kelomÂpok mayoritas maupun kelompok minoritas.
Al-Qur'an mengajarkan kepada Nabi MuÂhammad agar memperlakukan kelompok miÂnoritas sebagai bagian dari manusia yang harus dihargai, sebagaimana ditegaskan: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam. (Q.S. Al-Isra'/17:70). Apa pun jenis kelamin, etnik, kewarganegaraan, dan agaÂmanya harus mendapatkan hak-hak kemanuÂsiaan yang sama. Lebih khusus lagi Allah Swt mendiktekan kalimat yang harus disampaikan kepada kelompok non-muslim ketka itu: Lakum dinukum waliyadin (Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku"/ Q.S. al-Kafirun:109: 6).
Ada sejumlah ayat dalam Al-Qur’an dapat dimaknai kelompok minoritas dan mayoritas tetapi tidak menunjukkan adanya kelas, meÂlainkan hanya mengkategorian sementara unÂtuk membedakan antara satu dengan lainnya. Di antara ayat-ayat tersebut ialah: Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumÂlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menÂculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu berÂsyukur. (Q.S. al-Anfal/8: 26). Demikian pula daÂlam ayat: Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan goÂlongan yang banyak dengan izin Allah. Dan AlÂlah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al- Baqarah/2:249).
Ayat-ayat tersebut di atas tidak mengisyaratÂkan kempok mayoritas lebis istimewa daripaÂda kelompok mayoritas. Bahkan ayat kedua menunjukkan tidak tertutup kemungkinan justru kelompok minoritas akan memperoleh keutaÂmaan jika bekerja keras dan professional. PemÂbedaan kelompok atas nama jumlah di dalam Islam tidak memilki akibat politik secara sigÂnifikan. Nabi berkali-kali memili opsi pendapat yang didukung minoritas ketimbang pendapat yang didukung mayoritas. Contohnya perjanÂjian Hudaibiyah yang sangat monumental itu. Nabi tetap memilih keyakinannya sendiri bersaÂma sejumlah kecil sahabat ketimbang pertimÂbangan sejumlah besar sahabatnya. Tegasnya istilah mayoritas dan minoritas tidak pernah diÂjadikan acuan Nabi di dalam menentukan kebiÂjakan politik. Yang terpenting, mana di antara kelompok itu secara professional di situlah Nabi akan memihak.