Idul Adha
Dimensy.id Mobile
Selamat Idul Adha Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Penampungan TKI Ilegal Ditutupi Gerbang 3 Meter

Nyempil Di Belakang Kedai Kopi

Rabu, 28 Maret 2018, 09:50 WIB
Penampungan TKI Ilegal Ditutupi Gerbang 3 Meter
Foto/Net
rmol news logo Kepolisian kembali mengungkap dugaan praktik penampungan calon tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Tempat penampungan itu digerebek akhir pekan lalu.

Tempat yang diduga dijadikan penampungan calon TKI ilegal itu, berada di pinggir jalan utama yang menghubungkan antara wilayah Pondok Gede dengan Cibubur. Berada di Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi.

Sekilas memang tak mudah mengidentifikasi bahwa bangunanitu merupakan tempat yang diduga penampungan TKI ilegal. Selain posisi bangunan yang agak berada sekitar 20 me­ter dari jalan raya, letaknya pun menyempil di sudut, di belakang bangunan yang dijadikan kedai kopi modern.

Akses masuk menuju tempat penampungan hanya sebuah ger­bang besi dengan lebar sekitar tiga meter dan tinggi sekitar tiga meter. Garis polisi pun tak tampak di gerbang besi tersebut. Sementara penanda di bagian luarhanya sebuah plang nama yang tidak be­gitu besar, ukurannya kira-kira 100x50 centimeter (cm).

Adapun tulisan dalam plang itu yakni, PT KENSUR HUTAMA, Manpower Development and Labour Supplier, SIUP: KEPMEN NO.147/THN 2017, Div BRUNEI DARUSSALAM. Di bawahnya tertera alamat lengkap di Jalan Raya Hankam No 70 Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi. Tertera pula nomor telepon dan alamat surat elektronik.

Senin lalu, atau tiga hari pasca penggerebekan, gerbang besi tempat penampungan tampak tertutup rapat dan digembok. Sementara untuk dapat melihat ke bagian dalam, bisa melalui celah kecil yang ada di pojok gerbang besi.

Tampak di bagian dalam, ban­gunan cukup bersih dan terawat. Bangunan tempat penampungan terdiri dari dua lantai dan tampak seperti baru. Cat abu-abu tua mendominasi warna dinding-dinding bangunan. Di bagian dalam aparat berwenang juga telah me­masang garis polisi kuning.

Hari itu suasana sepi tampakdi tempat penampungan. Tampak pula sebuah mobil minibus yang terparkir di bagian dalam. Sama seperti di bagian dalam, kesuny­ian pun terlihat jelas di kedai kopi yang berada di depan penampungan. Dari pengamatan selama beberapa saat, tak ada aktivitas di kedai tersebut.

Meski berada di pinggir jalan raya dan pemukiman yang cu­kup ramai, namun beberapa warga mengaku tak tahu tem­pat tersebut dijadikan tempat penampungan TKI. Salah satu pemilik warung rokok di sekitar lokasi mengatakan, tidak pernah melihat kegiatan mencolok di rumah tersebut.

"Nggak pernah tahu di situ jadi tempat penampungan TKI. Kita tahunya itu kayak kantor perusahaan. Pas penggerebekan juga kita nggak lihat," ujar pria itu saat ngobrol.

Berbeda, Yeni, warga di seki­tar lokasi penampungan tersebut mengatakan, warga setempat mengetahui bahwa tempat terse­but tempat calon TKI atau TKW ditampung sebelum diberangkat­kan. "Yang saya tahu memang lokasi itu tempat pemberangka­tan calon TKI," kata Yeni.

Dia menambahkan, sering melihat aktivitas di bangunan tersebut. Namun, Yeni tak mengetahui persis jumlah calon TKI yang ditampung di tempat tersebut. "Saya juga nggak tahu kapan mereka datang. Kayaknya kebanyakan yang datang dari daerah, nggak tahu persisnya dari mana," sambungnya.

Yeni tidak mengetahui ke­mana para calon TKI tersebut akan dikirim. Yeni pun tidak tahu kapan polisi melakukan penggerebekan. "Saya juga kurang tahu para wanita itu mau bekerja apa. Karena penghuni rumah yang digerebek polisi itu sangat tertutup," tuturnya.

Nalim, Ketua RT setempat mengatakan, dirinya dan warga tidak pernah melihat hal mencurigakan dari kegiatan di bangunan yang terletak di bagian belakang sebuah kafe tersebut. Dia pun tahu bahwa gerbang bangunan lebih sering tertutup.

"Biasanya memang selalu tertutup pagarnya. Tidak ada ke­jadian atau gerak-gerik aneh dari kegiatan di dalam. Tahunya pe­rusahaan yang bekerja di bidang tenaga kerja," ucap Nalim.

Nalim bercerita, tiga bulan lalu datang ke rumah tersebut karena diundang oleh pekerja kantor yang ingin memberikan sumbangan kepada anak yatim. Saat itu, dia bertemu dengan seorang wanita bernama Ika.

"Tapi ya cuma sampai di de­pan saja, tidak masuk. Saya tidak tahu kalau di bagian dalam ada penampungan TKI, sama tempat tidur, baru masuk pas penggerebekan," jelasnya.

Sementara Jalim, Ketua RW setempat menyatakan, warga sekitar lebih melihat kegiatan di kedai kopi di bagian depan bangunan tersebut. Sebab, bagian perusahaan tenaga kerja ini selalu tertutup pagar.

"Kalau tahu kegiatannya ile­gal tentu sudah digerebek warga. Apalagi kan itu kedai kopi sering ramai pengunjungnya. Lagian seingat saya, ke kami nggak pernah ada minta izin untuk jadi tempat penampungan TKI," ucap Jalim.

Kepala Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang Badan Reserse dan Kriminal (Kasatgas TPPO Bareskrim) Polri AKBP Hafidz Susilo Herlambang mengatakan, penggerebekan dilakukan setelah adanya laporan TKI asal Nusa Tenggara Barat (NTB) Yuyun Salmiati (YS), yang bekerja di Jeddah, Arab Saudi.

Kata Hafidz, YS mengaku menjadi korban pelecehan seksual majikannya. TKI itu kemudian berhasil kabur dari majikannya dan melaporkan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah dan telah dipulang­kan. Setelah dilakukan interogasi, TKI tersebut ternyata dikirim oleh PT Kensur Hutama.

Dari penggerebekan di lokasi, Kepolisian sudah menangkap dua orang tersangka di dua lokasi berbeda. "Penangkapan kepada dua tersangka, yang per­tama di daerah NTB, dia sebagai sponsor. Kemudian, tersangka kedua yang Kamis pekan lalu kita tangkap," terangnya.

Latar Belakang
Polisi Geledah PT Kensur Hutama Berawal Dari Laporan TKI Ke KJRI


Selain mengamankan tersang­ka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti. Pengungkapan ka­sus ini, berawal dari pengakuan TKI Yuyun Salmiati (YS) yang bekerja di Arab Saudi.

Setelah penggeledahan, polisi mengamankan sejumlah doku­men berupa buku paspor dan satu CPU komputer. "Ada 30 paspor yang kita sita. Ini masih aktif yang siap berangkat ke luar negeri," kata Kasatgas TPPO Bareskrim AKBP Hafidz Susilo Herlambang.

Sementara itu, Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim AKBP Ferdy Sambo menjelaskan, penggeledahan dilakukan berdasarkan info KJRI Jeddah. Dalam laporan itu disebut adanya korban TPPO berjumlah 238 PMI (pekerja migran Indonesia).

Dia menuturkan, salah satu korban yang berhasil kabur dan mengadu ke KJRI Jeddah yakni, Yuyun Salmiati. Yuyun mengaku, selama bekerja tidak digaji dan mengalami pelecehan seksual dari majikannya.

"Paspor korban ditahan oleh PT Kensur Hutama, setelah kor­ban dipulangkan dari Jeddah," terang Ferdy.

Menurut Ferdy, Yuyun ber­cerita kejadian ini bermula pada Agustus 2017. Dia direkrut dan diberangkatkan dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ke Jakarta oleh tersangka Sahman.

Sebelum ke Jakarta, Sahman mengubah identitas nama mau­pun tanggal lahir Yuyun, kemu­dian dilakukan medical check updi Praya, Mataram, dan keluarganya diberikan uang sebesar Rp 600 ribu.

Di Jakarta, Yuyun diterima tersangka Muhamad Reza dan diantar ke PT Kensur Hutama. Di sana, Yuyun ditampung se­lama satu minggu. "Selanjutnya, dipindah ke rumah Bos PT Kensur Hutama atas nama Ali Idrus di Cibubur selama dua minggu," sebut Ferdy.

Pada 31 Januari 2018, Yuyun pun diberangkatkan ke Jeddah, Arab Saudi, menggunakan visa cleaning service. Itu lantaran adanya moratorium pelaran­gan pengiriman PMI ke Timur Tengah untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT).

"Sehingga, PT Kensur Hutama menggunakan data cleaningservice dalam memberangkatkan para korban. Hal ini dapat dilihat dari data KJRI Jeddah," pungkas Ferdy.

Seperti diketahui, sejak 2015, pemerintah telah memberlaku­kan moratorium pengiriman TKI sektor informal (PRT) ke negara-negara Timur Tengah. Kebijakan itu disebut sebagai bagian dari perlindungan pekerja migran dan perbaikan tata kelola perlindungan pekerja migran.

Kebijakan itu juga dibuat karena belum adanya regulasi mengenai perlindungan pekerja migran di negara penempa­tan. Negara di kawasan Timur Tengah belum memiliki me­kanisme penyelesaian masalah pekerja migran. Pemerintah Indonesia pun belum melihat adanya komitmen kuat dari pe­merintah negara-negara di Timur Tengah dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran.

Adapun moratorium itu ter­tuang dalam Peratuan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan. Inti dari peraturan tersebut ada­lah menghentikan pengiriman pekerja migran, khususnya sek­tor pembantu rumah tangga di seluruh negara Timur Tengah.

Negara yang dimaksud adalah Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Kuwait, Irak, Lebanon, Libia, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Sudan, Qatar, Palestina, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Yordania.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA