Mata uang tersebut dibuka ke level Rp16.436 per dolar AS, minus 56 poin atau melemah 0,35 persen dibandingkan perdagangan sebelumnya.
Melemahnya mata uang rupiah yang kembali bertengger di atas Rp16.400 ini terus terjadi selama beberapa minggu terakhir ini.
Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra, memprediksi rupiah masih akan terus melemah, karena indeks dolar terhadap mata uang negara lain terus menguat.
Menurutnya, faktor terbesar dari anjloknya mata uang rupiah ini terjadi akibat Bank Sentral AS (The Fed) yang masih belum memangkas suku bunga acuannya, lantaran inflasi Amerika Serikat yang belum bisa dikendalikan.
"Ke depan pergerakan dolar terhadap rupiah masih akan bergantung dengan data ekonomi AS dan pernyataan-pernyataan petinggi The Fed terkait inflasi. Bila belum ada tanda-tanda inflasi AS akan turun, tekanan dolar terhadap rupiah belum akan surut," kata Ariston kepada RMOL.ID.
Atas sentimen tersebut, ia pun memproyeksikan bahwa pelemahan rupiah masih akan melemah sampai rilis kebijakan moneter AS pada September mendatang.
"Jadi potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka paling tidak sampai menjelang pengumuman kebijakan moneter AS bulan September 2024," pungkasnya.
Sebagai informasi, The Fed masih mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 5,25-5,50 sejak Juli 2023, dan belum turun sampai saat ini karena inflasi tinggi di negara Paman Sam itu.
BERITA TERKAIT: