Hanny Kristianto, bekas anak buah Abun mengungkapkannya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Awalnya, jaksa memperlihatkan catatan mengenai pemberian uang untuk Rita. Hanny mengaku membuat catatan itu berdasarkan keterangan Abun. "Yang saya catat ini adalah yang sesungguhnya terjadi. Di catatan ini ada tanggalnya," ujar Hanny.
Hanny mencatat pertama kali Abun menyerahkan uang dan perhiasan pada 1 Juli 2010 di ruÂmah pribadi Rita di Jalan Melati Nomor 22, Tenggarong.
Penyerahan dilakukan usai Rita menandatangani izin lahan sawit PT SGP. "Bu Rita bilang izin sudah selesai. Lengkap semua," tutur Hanny yang meÂnyaksikan peristiwa itu bersama Timothius Mangintung, orang kepercayaan Abun.
Setelah penandatanganan izin, Abun menyerahkan kantong merah kecil kepada Rita. "Saya tanya ke Pak Timothius (apa isinya). Katanya isinya berlian," tutur Hanny.
Hanny juga menyaksikan Abun meninggalkan kantong plastik di kursi rotan di rumah Rita. Ia pun kembali bertanya kepada Timothius.
"Saya tanya itu plastik ketingÂgalan, terus Timothius bilang, suÂdah nggak apa-apa itu titis (duit dalam bahasa Tenggarong)," ujarnya.
Hanny tak tahu berapa jumlah uang dan nilai perhiasan berlian yang diserahkan Abun kepada Rita.
Tiga minggu kemudian, 21 Juli 2010, Hanny mencatat Abun menyerahkan Rp 6 miliar kepada Rita. Lewat transfer bank Rp 1 miliar. Sisanya Rp 5 miliar tunai.
"Uang tersebut untuk memÂbayar utang Rita selama pilkada kepada sejumlah pengusaha," jelas Hanny.
Bulan berikutnya, pada 5 Agustus 2010 Abun kembali menyerahkan uang kepada Rita. Jumlahnya Rp 5 miliar. Uang itu untuk membebaskan ayah Rita, Syaukani Hasan Rais, terpidana korupsi dari penjara.
Dalam catatan yang dibuat Hanny, disebutkan uang diberiÂkan kepada Patrialis Akbar (Menteri Hukum dan HAM saat itu) dan pegawai KPK. "Ini uang untuk bayar KPK untuk membebaskan Syaukani," tanya jaksa kepada Hanny.
"Ini bukan keterangan saya. Tapi ini keterangan Pak Abun (Herry) yang saya tulis? Siapa pegawai KPK-nya saya tidak tahu," jawab Hanny.
Hanny juga tak tahu kebeÂnaran pemberian uang kepada Patrialis. "Pak Patrialis itu saya kenal. Namanya hanya disebut saja. Dia kan sekarang sudah masuk penjara," katanya.
Syaukani akhirnya dibebaskan dari penjara pada 19 Agustus 2010 setelah mendapat grasi.
Terakhir, menurut catatan Hanny, Abun juga menyerahkan uang sebanyak Rp 6 miliar pada akhir November 2010.
Uang itu diserahkan lewat transfer bank pada 24 November sebesar Rp5 miliar dan pada 29 November 2010 Rp 1 miliar. "Uang yang terakhir itu dipakai Bu Rita untuk membeli rumah di Jalan Radio Dalam di Jakarta," sebut Hanny.
Meski Abun sudah menggelontorkan uang banyak, Rita tak mau mengeluarkan izin perkeÂbunan dan tambang perusahaan Abun.
Abun pun marah-marah karenamerasa rugi. Hanny disuruh menemui Rita. "Kamu bilang sama Rita, kalau dia nggak kemÂbaliin (uang) nggak urus uang saya, kamu kembaliin atau Rita masuk (penjara) sama-sama," tutur Hanny.
Hanny lalu menghadap Rita. "Saya tanya kenapa urusan tambang itu enggak selesai," tuturnya.
Hanny menyampaikan pula bosnya rugi akibat izin tak keluar. Rita menjelaskan tak berani mengeluarkan izin lanÂtaran lokasinya tumpang tindih dengan perusahaan lain.
"Ya sudah kalau Gun rugi, amÂbil saja emas saya," kata Hanny menirukan jawaban Rita.
Benny, suami Rita lalu mengeÂluarkan emas batangan. Ditaruh di meja. Jumlahnya 15 batang. Per batang 1 kilogram. Hanny mencatat nomor seri emas batanÂgan itu di surat tanda terima.
Logam mulia ini jadi jamiÂnan. "Karena uangnya belum diberikan, jadi emasnya dibawa pulang dulu," jelas Hanny.
Dalam perkara ini, Rita didakÂwa menerima gratifikasi hingga Rp 469 miliar dari penerbitan izin-izin dan dari proyek-proyek Pemkab Kukar.
Selain itu, Rita didakwa menerima suap Rp6 miliar dari Abun atas penerbitan izin lahan sawit PT Sawit Golden Prima di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
Kilas Balik
Direktur PT CGA Antar Dolar Untuk Rita Pakai Tas Ransel Staf bagian keuangan PT Citra Gading Asritama, Tjatur Soewandono mengaku perusaÂhaannya banyak mengeluarkan uang memperlancar pengerjaan proyek di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Menurut Tjatur, uang tersebut diberikan ke sejumlah pihak muÂlai dari Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) hingga Bupati Rita Widyasari.
"Saya tahu ada uang yang dikeluarkan dengan istilah uang untuk matpus atau material pusat yaitu untuk operasional, pengelÂuaran dan juga untuk kelancaran (proyek)," ungkap Tjatur keÂtika bersaksi untuk perkara Rita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Tjatur membeberkan, pengeluaran uang itu atas perintah Direktur Utama Ichsan Suaidi seÂcara lisan maupun lewat percakaÂpan telepon. Pengeluaran dicatat dalam pembukuan perusahaan.
Namun, Tjatur tidak mengeÂtahui persis jumlah uang yang sudah dikeluarkan perusahaanÂnya untuk pengerjaan proyek di Kukar. "Supaya proyeknya bisa dilaksanakan, bisa menang. Uangnya miliaran, tapi saya engÂgak tahu, itu bagian marketing yang tahu," ujar dia.
Tjatur hanya bertugas mengeÂluarkan jika ada persetujuan dari Ichsan maupun tim komite jika Ichsan tak ada di kantor.
"(Uang) dicairkan di Surabaya kemudian dibawa ke Tenggarong, yang bawa Pak Ika Iskandar," sebut Tjatur.
"Ada di catatan buku itu penÂgeluaran untuk Rita Widyasari?" tanya Jaksa KPK.
"Ada. Itu dalam pembukaan disebut RT. Saya diberitahu Pak Ichsan kalau RT itu adalah Ibu Rita," ungkap Tjatur.
Ketika diminta tanggapan atas kesaksian Tjatur, Rita mengataÂkan tak pernah menerima uang dari PT Citra Gading Asritama.
Jaksa kemudian menghadirkanIka Iskandar, Direktur II PT Citra Gading Asritama. Ika menÂgaku pernah mengantar uang ke Samarinda, Kalimantan Timur.
"Diperintah oleh Pak Ichsan untuk membawa uang dalambenÂtuk dolar Amerika. Dimasukkan dalam tas ransel," kata Ika
Namun Ika tak tahu berapa jumlah uang di ransel. Ia juga tak tahu uang itu untuk siapa. "Setelah diperiksa penyidik (KPK) baru tahu bahwa uang dolar itu untuk Ibu Rita," katanya.
Ika kembali disuruh Ichsan untuk membawa uang ke Samarinda. Kali ini jumlahnya Rp 227 juta. "Waktu diperintah pertama itu enggak ada namanya (untuk siapa). Diperintah yang kedua baru ada namanya. Ditulis 'OPS RT'. Jumlahnya Rp227 juta. Maksudnya untuk 'Operasional Bu Rita," jelas Ika.
Staf khusus Rita, Khairuddin menggunakan kode 'titip salam' untuk meminta uang kepada PT CGA. "Pernah Pak Khairudin 'titip salam' kalau saya bertemu Pak Ichsan Suaidi," ungkap Ika.
Jaksa KPK lalu mengonfirÂmasi isi berita acara pemerikÂsaan (BAP) Ika. "Pak Ichsan tahu bahwa (titip salam) itu kode permintaan uang. Bagaimana itu keterangan saksi?" tanya jaksa kepada Ika.
Ika membenarkan. Khairuddin menyampaikan 'titip salam' leÂwat Ika karena tak pernah berÂtemu Ichsan. "Pak Ichsan sudah masuk tahanan di Lombok," sebutnya.
"Saudara pahami salam ini kode saja?" cecar jaksa. "Iya pak," jawab Ika.
Dalam surat dakwaan, Rita disebutkan menerima gratifikasi terkait proyek-proyek yang dikerjakan PT Citra Gading Asritama periode 2010-2012. Ichsan menggelontorkan fulus untuk Rita mencapai Rp 49,548 miliar. ***
BERITA TERKAIT: