Pancasila & Nasionalisme Indonesia (159)

Mendalami Sila Kelima: Menggiatkan Dialog Intrafaith Dan Interfaith

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 23 Januari 2018, 10:10 WIB
Mendalami Sila Kelima: Menggiatkan Dialog Intrafaith Dan Interfaith
Nasaruddin Umar/Net
SOSIALISASI konsep keadilan sosial yang ber­ciri khas keindonesiaan perlu terus ditingkatkan. Salah satu caranya ialah mengembangkan dialog in­trafaith, yaitu dialog internal dalam sebuah agama dan dialog interfaith, yaitu dialog antar umat beragama. Men­gapa ini penting, karena tema-tema keadilan seringkali secara serius muncul di kalangan to­koh agama. Masing-masing agama dan bahkan dengan mazhab atau aliran di dalamnya, mem­punyai persepsi yang agak berbeda satu sama lain. Setiap kelompok mempunyai pemahaman dan penafsiran tentang konsep keadilan sosial meskipun secara esensi dan substansi memiliki lebih banyak persamaan satu sama lain.

Pembacaan dan pemaknaan ulang kitab suci para tokoh agama dalam perspektif keindone­siaan amat penting bagi bangsa yang plural seperti Indonesia ini. Kita sulit membayangkan adanya dialog interfaith tanpa keutuhan pema­haman atau saling pengertian kelompok-kel­ompok internal dari suatu agama. Seringkali ketegangan intrafaith lebih tinggi ketimbang ketegangan interfaith. Bahkan seringkali juga terjadi ketegangan dan konflik intrafath berim­bas kepada ketegangan interfaith. Paling sering terjadi konflik, baik intrafaith maupun interfaith, dipicu oleh persoalan definisi kebahasaan atau redaksional. Boleh jadi para pihak tidak bisa dengan mudah mengenyampingkan perbe­daan dan konflik itu melalui kearifan membaca sebuak teks yang dipersoalkan. Sangat boleh jadi antara para pihak sesungguhnya tidak ada persoalan yang mendasar, yang ada hanya persoalan teknis pembacaan teks yang sudah terlanjur disakralkan dan ditabukan.

Dialog intrafaith dan interfaith ke depan, tidak lagi berhenti dari sudut pandang kebahasaan, tetapi mengacu kepada hakekat dan tujuan umum atau spirit universal kitab suci itu. Da­lam beberapa hal yang bersifat semantik-ide­ologis bisa diselesaikan dengan cara agree in disagree. Sebab jika dialog masih berkutat dalam soal kebahasaan dan redaksional, mas­ing-masing pihak bisa bisa mengklaim dirinya paling benar. Ke depan, dialog intrafaith dan in­terfaith sebaiknya lebih diarahkan kepada hal-hal yang bersifat fraksis, hal-hal yang bersifat konkret dan bersentuhan langsung dengan kehidupan riil masyarak lapis bawah. Dialog konseptual biarlah menjadi domain para tokoh dan ilmuan agama. Akan tetapi masyarakat la­pis bawah perlu dialog model lain, yang bukan mengangkat persialan teoretis, yang tidak lang­sung menyentuh kehidupan mereka. Dialog bisa dikembangkan dalam arti berhubungan se­cara interaktif antara sesama komunitas intra­faith maupun interfaith di dalam menyelesaikan persoalah kerusakan lingkungan, menuntaskan fasilitas umum secara bersama-sama, mem­erangi kejahatan narkoba, pencurian, korupsi, dan persoalan pornografi dan pornoaksi, yang oleh semua agama memang melarangnya.

Dialog dalam bentuk penyiapan aktivitas bersama yang bisa menghasilkan uang untuk menghidupi keluarga mereka masing-masing. Pengalaman penulis pernah memimpin sebuah yayasan yang didukung oleh penyandang dana dari luar. Kita menyewa empang luma­yan luas di sekitar Cengkareng, lalu kita peker­jakan orang-orang yang berbeda agama dan etnik. Termasuk di dalamnya keturunan Tionghoa. Ketika prahara reformasi meletus tahun 1997, etnik Tionghoa yang bekerja di empang itu dirondai oleh komunitas muslim sehingga mereka hidup aman, meskipun sanak keluarga mereka ada yang korban. Perbedaan agama dan suku di antara mereka sama sekali tidak menimbulkan persoalan. Bahkan di antara mer­eka saling mengasihani sebagai sesama peng­garap empang. Produktivitas mereka semakin berkembang. Udang yang dipelihara di empang mereka kualitasnya menembus pasar luar neg­eri. Dialog dalam format lain sangat diperlukan bangsa ini. Bukan berarti dialog konvensional tidak penting tetapi dialog yang bisa memper­temukan kelompok-kelompok masayarakat la­pis bawah, yang jumlahnya mayorits, perlu diu­payakan. Mungkin modalnya tidak besar tetapi hasilnya bukan hanya menghasilkan uang tetapi kedamaian sejati.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA