Masalah prosedur ini sebetulnya juga sudah dipersoalÂkan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ). Sekitar November 2017, KSTJ meÂlaporkan Menteri graria dan Tata Ruang (Kepala BPN), serta Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara ke Ombudsman Republik Indonesia. KSTJ meÂnilai terdapat banyak masalah administrasi dan hukum atas terbitnya HPL dan HGB di pulau reklamasi tersebut.
Lantas bagaimana pandangan Ombudsman terkait masalah prosedur ini? Apakah betul duÂgaan adanya maladministrasi? Lalu sampai dimana proses penÂanganan aduan itu sendiri di tanÂgan Ombudsman? Berikut penÂjelasan Komisioner Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih keÂpada
Rakyat Merdeka;
Bagaimana kemajuan penanganan aduan dugaan adanya maladministrasi pada penerbitan HGB pulau reklaÂmasi? Sekarang ini kasusnya masih kami dalami. Kami sedang pelajari, mengapa peruntukan tata ruang belum disahkan, tapi HGB sudah terbit. Lalu mengapa belum ada MoU antara Pemprov DKIdengan pengembang, tapi HGB induk sudah diterbitkan di atas Hak Pakai Lahan (HPL). Seharusnya setelah HPL tunggu tata ruang dan MoU dulu agar perundingan lebih setara.
Memang sampai sejauh ini belum ada penjelasan dari BPN terkait hal itu? Belum. Nanti kami akan lakuÂkan klarifikasi langsung. Tim akan siapkan agenda pemerikÂsaan.
Tapi aduannya kan sudah masuk sejak November 2017 lalu. Mengapa Ombudsman belum juga memanggil BPN? Saat ini kami baru lakukan kajian dokumen. Setelah ini baru akan dilanjutkan pemeriksaan. Kami kan tidak bisa hanya sekaÂdar panggil-panggil saja. Apalagi dari segi kriteria ini bukan masuk skema reaksi cepat ombudsman (RCO). Dan lagi sebelumnya suÂdah ada gugatan di pengadilan.
Lho mengapa penanganan kasus ini tidak dimasukan dalam RCO. Bukankah perkara ini jadi perhatian utama publik? Ya tidak masuk kriteria skema reaksi cepat Ombudsman. Kasus yang masuk kriteria RCO itu misalnya untuk kasus pasien yang kritis, tapi tak dapat kamar rumah sakit. Jadi kalau ada yang akan mati gara-gara ini ya kami masukkan ke skema RCO.
Lalu kapan dong Ombudsman akan panggil BPN? Serahkan pada kami lah unÂtuk panggil memanggil. Tim pemeriksa Ombudsman yang akan handle. Mereka akan bikin
timeline-nya.
Berdasarkan jawaban perÂtama tadi, berarti prosedurnya positif bermasalah ya? Baru sampai dugaan maladÂministrasi. Kalau pemeriksaan selesai baru kami boleh bilang positif maladminsitrasi atau tidak ada maladministrasi. Kalau kami sebut dugaan, berarti ada bukti awal yang cukup untuk masuk pemeriksaan.
Berarti bisa dibilang ada indikasi telah terjadi maladÂministrasi ya? Seperti saya bilang, baru samÂpai dugaan maladministrasi. Jika belum ada dugaan, kami akan sebut potensi atau gejala maladministrasi.
Dari hasil kajian sementara, apakah sudah ada dugaan keÂnapa BPN bisa mengeluarkan HGB dengan cepat? Belum, itu nanti akan terjawab setelah pemeriksaan.
Seperti yang anda bilang tadi, HGB lebih cepat terbit dulu dari MoU dan HPL. Ini kan jelas tidak biasa. Apakah patut diduga karena ada desaÂkan dari pengembang? Kami tidak bisa menyatakan seperti itu. Hasil pemeriksaanlah yang akan menentukan. Apapun sebabnya, jika maladministrasi ya maladministrasi.
Seandainya nanti Ombudsman menetapkan terjadi pelanggaran administrasi, apakah rekomendasi yang diberikan bisa membuat HGB itu dicabut? Undang-undang memberi kami kewenangan untuk merÂekomendasikan tindakan korektif oleh terlapor, dan sifatnya mengikat. Tapi sebaiknya kita lihat hasil pemeriksaan nanti. Jangan dimulai dengan opini. Biarkan mesin pemeriksa kami yang akan bekerja. Mereka tidak bisa diintervensi, bahkan oleh saya sekalipun. ***
BERITA TERKAIT: