Dalam UU No. 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap. Langkah yang harus segera dilakukan bagi siapa saja yang menerima gratifikasi ialah yang bersangkutan harus segera melaporkannya kepada KPK yang menuÂrut peraturan paling lambat 30 hari kerja. SeseÂorang tidak boleh seenaknya menyederhanakan gratifikasi menjadi hadiah, karena hadiah, sogok, dan gratifikasi sudah jelas perbedaannya, sebaÂgaimana dibahas dalam artikel terdahulu.
Siapapun sebagai subjek hukum harus diangÂgap mengerti hukum yang berlaku di Indonesia tentang gratifikasi. Tidak boleh berlindung di daÂlam ketidaktahuan untuk membenarkan terjadinÂya gratifikasi. Beberapa contoh gratifikasi sebaÂgaimana sering dijelaskan oleh Humas KPK ialah pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi, pemberian hadiah, bonus, parsel kepada pejabat pada saat hari-hari tertentu oleh rekanan atau bawahan, hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut, pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan, pemberian biaya atau ongkos naik haji dari reÂkanan kepada pejabat atau keluarganya, hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainÂnya dari rekanan, pemberian hadiah atau souveÂnir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja, pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terÂima kasih karena telah dibantu.
Ada suatu kasus yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi bangsa kita ialah bagaimana sikap Nabi Muhammad Saw terhadap gratifikasi. Abu HuÂmaid al-Sa'idi r.a. berkata: "Nabi Muhammad Saw memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-AzÂdi bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat." Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: Hadza laÂkum wa hadza ahdiya liy (Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku). Nabi menangÂgapi kasus ini dengan mengatakan: "Kalau engkau duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu, menungÂgu, apakah ada yang akan memberikan kepadaÂmu hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan- Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik." Kemudian beliau menÂgangkat tangannya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukankah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan," sebanyak tiga kali Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkÂan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya.
Nabi bersikap tegas terhadap pemungut zakat itu sangat tegas. Hadiah yang diperolehnya itu bukan hadiah dalam arti normal tetapi sudah masuk gratifikasi karena memiliki keterkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai kolektor zakat. Nabi dengan tegas mengancam api nerÂaka bagi mereka yang melakukan praktik gratiÂfikasi, sebagaimana dilakukan salah seorang saÂhabatnya. Logika yang digunakan Nabi sangat tepat. Jika yang bersangkutan hanya berdiam di rumah, tidak berkeliling dengan menggunakan atribut atau identitas penerima zakat, maka suÂdah barang tentu tidak akan memperoleh hadiah apapun dari mereka.