Politik pembumihangusan tidak pernah diperÂkenalkan di dalam Islam. Sebaliknya membangun kembali kota-kota tua di bawah kekuasaan Islam tetap dilestarikan. Bagaimana megahnya Piramid dan patung Spink serta peninggalan sejarah di Aswan, Mesir tidak pernah diapa-apakan pasukan Islam. Sebaliknya peninggalan bersejarah dibiarkan eksis di tempatnya masing-masing. Demikian pula sisa-sisa penggalan bangunan kuno di Syiria tetap terpelihara sampai sekarang. Candi-candi besar di Indonesia seperti Cando Borobudur dan Candi Prambanan tetap menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Bahkan secara eksplisit Al-Qur’an mengisyaratkan sejumkah ibadah masa lalu dilanjutkan dengan beÂberapa penyesuaian di masa Nabi, misalnya tradis puasa dan ibadah haji. Di dalam Al-qur'an disebutkan: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. al-Baqarah/2:183). Kata Kama kutiba 'alalÂladzina min qablikum (sebagaimana diwajibkannya ummat-umat sebelum kamu) menunjukkan adanya continuitas tradisi keagamaan.
Islam tidak menolerir merusak warisan budaya dan peradaban atas nama jihad. Jihad bukan untuk menghancurkan budaya dan peradaban serta institusi sosial yang sudah bekerja secara positif untuk dunia kemanusiaan, tetapi bagaimana melestarikannya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Al-Qur'an juga secara tegas melarang terjadinya penghancuran peradaban anak manusia yang telah memberikan nilai keindahan dan symbol kebersaÂmaan di dalam kehidupan bermasyarakat. Allah Swt berfirman: Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang suÂdah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (Q.S. al-Nahl/16:92).
Ayat tersebut di atas sangat menarik karena mengumpamakan penghancuran budaya dan peradaban dengan seorang tukang tenun yang mengacak-acak hasil tenunannya yang sudah jadi. Perbuatan seperti itu jelas adalah perbuatan mubazir. Dari keterangan ayat dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa jihad tidak mestu harus menghancurkan nilai-nilai yang sudah mapan di dalam masyarakat lalu dibangun kembali dari nol. Kita tetap melanjutkan perestasi social budaya yang sudah ada dengan melakukan penyesuaian seperlunya. Jihad juga tidak boleh diarÂtikan selalu memperjuangkan nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai yang pernah ada sebelumnya. Nabi Muhammad saw tetap memperkenalkan buah tradisi masa lampau sebagai karya yang harus dilestarikan. Membangun Indonesia tidak mesti menolak nilai-nilai dari luar. Nabi pernah mengingatkan: "Hikmah ada di mana-mana, ambillah darimana pun datangnya karena itu milik umat Islam yang tercecer".
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.