Lebih sulit lagi jika isme-isme itu bersumber dari daerah asing manusia, seperti nilai-nilai transendÂental seperti agama dan kepercayaan, yang dengan sendirinya juga harus dapat menembus otoritas logika manusia. Dari sisih ini, kehadiran Islam dalam tempo relatif singkat di kepulauan Nusantara merupakan suatu keajaiban tersendiri.
Dalam waktu bersamaan Islam mampu menembus batas-batas geografis, lapis-lapis budaya, dan batas otoritas logika masyarakat bangsa Indonesia. Kita tidak bisa menafikan kapasitas Wali Songo, penganjur Islam di masa awal, tetapi sarana dan mobilitas yang dimiliki mereka dalam masa itu masih amat terbatas, dan rasanya sulit dipercaya mampu menjangkau seluruh Tanah Air tanpa sebuah keajaiban lain. G.Evon Grunebaum merasa takjub melihat perkembanÂgan Islam di Indonesia, sebagaimana dikutip Taufik Abdullah dalam buku "Islam di Indonesia", bahwa bagaimana mungkin agama yang bersumber dari daerah asing dapat dianggap oleh calon-calon pemeluknya sebagai sesuatu yang telah terkait erat dengan tradisi mereka?
Konsekuensi yang harus dihadapi mereka ialah sebelum memasyarakatkan misi ajaran agama yang dibawa, mereka juga harus mengalami proses adaptasi nilai-nilai lokal setempat. Kekhususan dan sekaligus keistimewaan Islam dalam hal seperti ini, menurut S.H. Nasr dalam Ideal and Realities of Islam ialah terletak pada nilai-nilai dasarnya yang sangat lentur. Nilai-nilai Islam memang bersifat universal tetapi universalitasnya memiliki kekuatan akomodatif yang luar biasa terhadap nilai-nilai lokal. Dengan kata lain, nilai-nilai universal Islam tersusun dari berbagai keunikan lokal yang terintegrasi di dalamnya. Islam bisa beradaptasi dengan nilai-nilai lokal kemanusiaan sepanjang nilai-nilai itu bersumÂber dari keluhuran akal budi manusia.
Islam adalah agama kemanusiaan, sedangkan kemanusiaan itu hanya satu (humanity is only one). Kemanusiaan tidak membedakan jenis kelamin, kewarganegaraan, etnik, dan agama. Yang lebih memudahkan Islam diterima di seluruh wilayah terÂletak pada paham teologinya yang Teomorfis, sebuah paham yang menekankan aspek kesucian Tuhan, bukannya menekankan aspek kemanusiaan Tuhan yang dikenal dengan konsep Antropomorfisme. Teomorfisme Islam memungkinkan diterima di semua lapisan masyarakat, terutama terhadap masyarakat yang sudah memiliki faham ketuhanan Yang Maha Esa, seperti faham yang kebanyakan dianut di dalam masyarakat lokal Indonesia.
Pengakuan sejumlah raja lokal di kepulauan Nusantara yang menerima Islam karena diangÂgapnya bukan "barang asing" tetapi sebagaimana dikatakan Taufik Abdullah, "sebagai suatu kelanÂjutan dari sesuatu yang telah ada dalam perbenÂdaharaan kultural mereka". Sedemikian banyak persambungannya dengan nilai-nilai ajaran Islam, memungkinkan makin lancarnya proses akulturasi dan enkulturasi nilai-nilai Islam di dalam masyarÂakat. Agama yang paling cepat berkembang di kepulauan Nusantara ialah agama Islam.
Agama Hindu yang begitu kuat berpengaruh di dalam masyarakat tetapi memerlukan waktu berabad-abad lamanya untuk dikenal. Islam hanya membutuhkan waktu lebih dari seabad untuk bisa menyebar ke kepulauan Nusantara dan menjadi agama mayoritas di Indonesia. Itu terjadi Karena citra positif penganjurnya yang mengesankan pihak penguasa dan masyarakat lokal.