Menjelang siang, ruang pengaduan hakim yang berada di lantai 1 Gedung KY di Jalan Kramat Raya Nomor 57, Jakarta Pusat, tampak sepi. Hanya terÂlihat satu petugas berjaga di ruangan yang tidak terlalu besar itu. Dia fokus di depan komputer di meja kerjanya. "Hari ini baru ada satu laporan yang masuk," ujar Heri Sanjaya, petugas dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Komisi Yudisial (PPID KY) di Gedung KY, kemarin.
Ruang pengaduan hakim beÂrada tidak jauh dari meja recepÂsionis. Sebelum masuk ke ruang tersebut, harus melapor terlebih dahulu ke petugas security yang berjaga persis di depan ruangan. Setelah mendapat izin, pelapor baru diperbolehkan masuk untuk bertemu dengan petugas. "Yang datang ke sini tidak harus korban langsung. Melalui kuasa juga boleh," ujar Heri kembali.
Tepat di depan pintu masuk, ditempel kertas putih bertulisÂkan "ruang pengaduan". Masuk lebih dalam, tersedia meja yang tidak terlalu besar. Di meja warna putih itu, disediakan dua kursi untuk pelapor dan dua kursi untuk petugas penerima. Di bagian belakang ditempel sepanduk berukuran besar. Tulisannya, "Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi". Di bawahnya terdapat visi, misi dan moto bagian yang melayani pengaduan masyarakat itu.
Heri mengatakan, pelapor yang ingin mengadukan periÂlaku hakim tidak harus datang langsung ke Gedung KY, bisa juga melalui telepon di 021 - 3190 3876, 021 - 3190 3902 dan 021 - 3190 3802, pos atau email di pengaduan@komisiyudisial. go.id. "Kalau berkas belum lengkap, biasanya kami akan menghubungi kembali pelapor untuk melengkapi berkasnya agar bisa ditindaklanjuti lebih jauh," kata dia.
Menurut Heri, pelapor yang datang ke KY tidak melulu meÂlaporkan perilaku hakim, akan tetapi banyak juga yang memÂpertanyakan tindak lanjut atas laporan yang telah dimasukkan. "Biasanya kami beritahu hingga sejauh mana laporannya tersebut ditindaklanjuti," ujarnya.
Yang pasti, lanjut Heri, tidak semua laporan masyarakat yang masuk ke KY diproses lebih lanÂjut hingga tahap terakhir beruÂpa penjatuhan sanksi. Sebab, pihaknya masih melihat sejauh mana laporan tersebut didukung bukti-bukti yang kuat. "Nantinya bukti tersebut akan dibahas daÂlam sidang pleno yang dilakukan komisioner KY," ujarnya.
Menurut Juru Bicara KY Farid Wajdi, pihaknya telah menerima 712 laporan masyarakat dan 761 surat tembusan terkait dugaan pelanggaran KEPPH selama peÂriode Januari-Juni 2017. Jumlah itu, kata Farid, mengalami penuÂrunan dibanding periode Januari- Juni 2016 sebanyak 830 laporan masyarakat dan 964 surat tembuÂsan. "Penurunan ini disebabkan pemahaman masyarakat tentang pelanggaran KEPPH semakin baik dan berkualitas," ujar Farid dalam keterangannya, kemarin.
Dari jumlah tersebut, ucap Farid, hakim yang paling banÂyak dilaporkan berasal dari Provinsi DKI Jakarta sebanyak 167 laporan atau 23,4 persen. Selanjutnya, Jawa Timur 94 laporan atau 13.2 persen, Jawa Barat 62 laporan atau 8,7 persen, Sumatera Utara 60 laporan atau 8,4 persen dan Sulawesi Selatan 34 laporan atau 4,7 persen.
Terkait kasus yang dilaporÂkan, menurut Komisioner KY ini, kasus perdata yang paling banyak dilaporkan sebanyak 327 laporan atau 45,9 persen, perkara pidana sebanyak 196 laporan atau 27,1 persen. "Perkara lain yang banyak dilaporkan adalah agama, tipikor dan tata usaha negara," sebutnya.
Farid menambahkan, dari 712 laporan, yang memenuhi perÂsyaratan administrasi dan subÂstansi untuk dilakukan registrasi sebanyak 136 laporan masyarakat. "Tapi, tidak semua laporan yang telah diregistrasi dapat ditindakÂlanjuti KY," ujarnya.
Setelah diregistrasi, selanÂjutnya dilakukan penanganan analisis laporan berupa anoÂtasi dan pemeriksaan pelapor, saksi dan ahli. Tujuannya, untuk memperoleh bukti-bukti yang menguatkan laporan tersebut dapat ditindaklanjuti atau tidak oleh KY. "Hasil penanganan analisis laporan akan dibawa ke sidang panel," uraimya.
Berdasarkan sidang panel, kata Farid, laporan yang ditinÂdaklanjuti sebanyak 46 laporan. Alasannya, terdapat dugaan pelanggaran KEPPH, sehingga akan dilakukan pemeriksaan terhadap hakim terlapor atau permintaan klarifikasi kepada hakim terlapor.
Selanjutnya, bila terbukti melanggar KEPPH atau tidak, akan dilakukan melalui sidang pleno. "Bila dalam sidang pleno hakim terlapor terbukti melakuÂkan pelanggaran, kami akan mengusulkan penjatuhan sanksi kepada Mahkamah Agung," jelasnya.
Sesuai hasil sidang pleno, menurut Farid, KY telah merekoÂmendasikan sebanyak 33 hakim untuk dijatuhi sanksi. Mayoritas hakim terlapor karena melakukan kesalahan pengetikan sebanyak 16 hakim, bersikap tidak proÂfessional sebanyal 10 hakim, tidak berlaku adil 3 hakim, tidak menjaga martabat 1 orang dan selingkuh sebanyak 3 orang.
Bentuk sanksinya, sambung Farid, bermacam-macam terganÂtung bobot kesalahannya. Untuk sanksi ringan, bentuknya teguÂran lisan, teguran tertulis, atau pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi sedang terdiri atas, penundaan kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu tahun), penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun atau hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan.
Terakhir adalah sanksi berat seperti, pembebasan dari jabaÂtan struktural hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun, pemberÂhentian sementara; pemberhenÂtian tetap dengan hak pensiun, atau pemberhentian tetap tidak dengan hormat.
Dari 33 hakim, sebut Farid, sebanyak 27 hakim mendapat rekomendasi sanksi ringan, 5 hakim mendapat sanksi berat dan 1 hakim direkomendasikan untuk pemberhentian tidak denganhormat.
Dari jumlah itu, menurut Farid, terbanyak yang mendapat sanksi berasal dari Jawa Timur sebanyak 9 hakim, selanjutnya Sumatera Utara sebanyak 6 hakim.
"Sisanya berasal dari berbagai provinsi," pungkasnya.
Latar Belakang
Kasus Perselingkuhan Dan Suap Laporan Terbanyak Tahun 2016
Sesuai Pasal 13 Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, KY berwenang menjaga dan meÂnegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Untuk menjaga dan menegakÂkan kehormatan, keluhuran marÂtabat, serta perilaku hakim, KY mempunyai tugas menerima lapÂoran dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup, dan memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Tahun 2015, KY menerima 1.491 laporan masyarakat terkait perilaku hakim. Hanya 783 laporan yang terkait dengan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, sementara 393 laporan bukan kewenangan KY, karena terkait teknis yudisial.
Berdasarkan sidang pleno, 165 laporan dapat ditindaklanÂjuti dan sisanya dinyatakan tidak ditemukan dugaan pelanggaran KEPPH. Sementara 309 laporan diklarifikasi sebagai laporan permohonan pemantauan, 3 laporan tidak dapat diterima, dan 3 laporan dicabut oleh pelapor. Selanjutnya KY hanya merekoÂmendasikan 116 laporan keÂpada MA untuk ditindaklanjuti dengan sanksi ringan, sedang, ataupun berat.
Pada 2016, jumlah laporan masyarakat mengalami peningkatan sebanyak 3.581 laporan. Terdiri dari 1.682 pengaduan masyarakat terkait dugaan peÂlanggaran etik yang dilakukan hakim. Dengan rincian, 262 dilaporkan langsung ke Kantor KY, dan 1.198 laporan dikirimÂkan via pos, 36 laporan diperoleh berdasarkan informasi dari berÂbagai pihak, 186 laporan disamÂpaikan via kantor penghubung.
Kemudian, KY juga menerima 1.899 pengaduan melalui surat tembusan. Dari 1.682 laporan yang diterima KY, sebanyak 416 sudah diregistrasi karena berkas laporannya lengkap, dan 286 lainnya menunggu kelengkapan data tambahan. Selain itu, 224 laporan sudah diteruskan ke Badan Pengawas (Bawas) MA, sebanyak 13 lapoÂran diteruskan ke instansi lainÂnya seperti Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, dan Ombudsman. Selanjutnya, sebanyak 170 laporan lainnya bukan termasuk kewenangan KY.
Kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan, KY telah merekoÂmendasikan kepada 57 hakim dijatuhi sanksi, yakni 19 hakim diberi sanksi ringan, 19 hakim diberi sanksi sedang dan 11 hakim diberi sanksi berat.
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, laporan pelanggaran terhadap perilaku hakim terbanyak berkaitan denÂgan kasus perselingkuhan dan suap selama tahun 2016.
"'Demi menjaga kehormatan dan martabat perilaku hakim, selain berwenang mengusulkan pengangkatan hakim ke MA, kami juga akan menindaklanjuti laporan pelanggaran etik yang masuk," ujar Aidul dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Selain perselingkuhan dan suap, kata Aidul, pihaknya juga banyak laporan terkait pembatalanpuÂtusan, permohonan bantuan atau perlindungan hukum, permintaan pendapat hukum atau fatwa dan laporan terkait hakim.
Aidul menambahkan, sesuai tugas pokok dan fungsinya, selain berwenang mengusulkan pengangkatan hakim ke MA, KY juga menindaklanjuti laporan yang masuk.
Sementara, Wakil Ketua KY Sukma Violetta mengeluhkan banyak rekomendasi pemberian sanksi hakim nakal yang diajukanKY ditolak MA. Penolakan itu, kata dia, karena berbagai alasan, seperti rekomendasi dianggap masuk dalam teknis yudisial. "Pada 2015, sebanyak 106 haÂkim diusulkan untuk dikenai sanksi karena dinilai melangÂgar," ujar Sukma.
Menurut Sukma, sebanyak 106 rekomendasi untuk memÂberikan sanksi kepada hakim yang dinilai melanggar tersebut, tidak sepenuhnya ditindaklanjuti MA. Bahkan, hanya 14 rekoÂmendasi yang ditindaklanjuti dan 68 rekomendasi ditolak atau tidak dieksekusi karena alasan sudah masuk teknis yudisial.
"Padahal, kami menghindari masalah teknis yudisial daÂlam memberikan rekomendasi karena fokus pada pelanggaran perilaku hakim saat menjalankan persidangan," ujarnya.
Dia menambahkan, pengadÂuan masyarakat yang masuk ke KY, sebagian besar melaporkan hakim yang tidak profesional daÂlam menangani perkara pidana umum dan korupsi. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.