Di antara orang yang tidak memiliki kepercayaan diri langsung mengadukan masalahnya kepada AlÂlah Swt, adalah seorang Arab pegunungan yang baru saja melakukan dosa besar. Ia berjalan kaki selama tiga hari di panas terik matahari untuk meÂnemui Rasulullah. Ia meninggalkan kampungnya hari Senin dan tiba di rumah dan sekaligus masjid Nabi Rasulullah hari Rabu. Ia bermaksud menjumpÂai Rasulullah sebagai perantara (washilah) agar AlÂlah Swt mau mengampuni dosanya, sebagaimana telah disebutkan di dalam Al-Qur'an: "Dan sungguh sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya sendiri datang kepadamu (Muhammad), lali memohonkan ampun untuk mereka, niscaya mereka mendapaÂti Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang" (Q.S. al-Nisa’/4:64).
Ia meninggalkan kampungnya hari Senin dan tiba di rumah dan sekaligus masjid Nabi pada hari SeÂlasa. Alangkah kagetnya pemuda ini menyaksikan banyak sekali orang di masjid. Ia bertanya kepada seseorang, ada apa gerangan yang terjadi di sini. Sahabat balik bertanya, apakah anda tidak tahu bahwa Rasulullah telah wafat hari Senin dan baru saja dimakamkan hari Rabu ini. Langsung orang pegunungan itu menangis histeris dan menjadi perÂhatian para sahabat. Salah seorang sahabat meÂnegurnya, ya fulan, tidakkah pernah engkau mendÂengar sesungguhnya ratapan akan mengganggu si mayit. Dijawab aku tahu, masalahnya aku memiliki dosa besar untuk saya mintakan bantuan melalui Nabi (tawashshul) tetapi Nabi sudah wafat. AkhÂirnya terus saja pemuda ini menangis.
Menjelang subuh, salahseorang penjaga makam Nabi didatangi Nabi dan berpesan: "SuÂruh si pemuda itu berhenti menangis karena Allah sudah memaafkan seluruh dosanya". Begitu disÂampaikan, pemuda itu langsung berhenti menanÂgis karena ia pernah mendengar hadis: "BarangÂsiapa yang melihatku dalam mimpi maka akulah sesungguhnya yang dilihat, karena satu-satunya wajah yang tidak bisa dipalsukan Iblis ialah waÂjahku". Ini artinya bertawasul melalui Nabi, sungÂguhpun telah wafat, masih memberi efek kepada orang hidup. Bagaimana dengan ulama sebagai waratsatul anbiya'?
Pelajaran berharga yang dapat diambil dari riÂwayat di atas ialah hubungan orang hidup dan orang mati tetap aktif. Kematian bukan penghaÂlang untuk menjalin komunikasi, walaupun tentuÂnya komunikasi verbal. Pengaruh dan efek perÂbuatan orang hidup terhadap roh orang yang sudah mati lebih banyak lagi dalilnya, baik dari ayat-ayat Al-Qur'an maupun hadis. Nabi pernah berhenti di sebuah pemakaman lantaran mendÂengarkan jeritan di bawah maqam tersebut. Abu Bakar yang menyertainya bertanya kenapa kita berhenti di maqam ini ya Rasulallah? Dijawab, orang ini menjerit kesakitan lantaran ketika ia masih hidup, kalau ia buang air ia tidak memberÂsihkan diri dengan baik. Rasulullah mengambil setangkai pohon ditancapkan di atas maqam itu dan mengatakan: Sepanjang tangkai pohon ini masih segar maka sepanjang itu akan diringankÂan siksaan orang yang ada di bawah maqam ini.
Riwayat di atas menceritakan seolah-olah buÂkan hanya orang hidup yang bisa memberikan pengaruh terhadap orang mati tetapi orang yang sudah mati pun bisa memberikan efek terhadap orang hidup. Si pemuda pedalaman itu berhenÂti menangis dan sepertinya plong dengan menÂdengarkan penjelasan sahabat penjaga maqam Nabi. Benar atau salah cerita sahabat itu, penÂjelasannya sudah menghentikan tangisan kesÂedihan orang Arab pegunungan itu. Jadi bertaÂwashul punya jejak di dalam sunnah Rasul.