Ada suatu peristiwa penting terjadi di masjid Nabi di Madinah. Para pekerja dan pelayan toko menghadap kepada Rasulullah Saw untuk diaÂjari sesuatu yang bisa membuat dirinya setara dengan tuannya, yang bukan hanya melakukan ibadah tetapi juga bersedekah dan berinfak. SeÂdangkan kami para pekerja dan pelayan hanya bisa beribadah tetapi tdak punya kemampuan untuk bersedekah dan berinfaq. Rasulullah Saw mengajari mereka dengan dzikir (baca: Wirid, yaitu membaca subhanallah, al-hamdulillah, dan Allahu Akbar masing-masing tiga kali seuÂsai shalat fardhu maka kedudukan kalian sama dengan tuan-tuan kalian di mata Allah Swt. Para pekerja dan pelayan mengamalkan wirid itu seÂtiap usai shalat fardhu. Tuan-tuan para pekerja dan pelayan mengamati kebiasan baru karyÂawannya, akhirnya mereka juga mengamalkan wirid itu. Kelompok pekerja dan pelayan kembali mendatangi Rasulullah Saw mengadukan kalau tuannya juga mengamalkan hal yang sama. MerÂeka meminta sesuatu yang lain agar nanti di akhÂirat tidak kalah dengan tuan-tuannya. Rasulullah Saw menjawab "Sesungguhnya Allah memberi petujuk kepada siapa yang dikehendakinya".
Kalangan ulama khususnya ahli tarekat banÂyak mendapatkan perhatian khusus kepada wirid Sehubungan dengan ini, Ibnu 'Athaillah mengaÂtakan: "Jangan kita menganggap rendah hamba yang memiliki wirid dan ibadah tertentu, karena keduanya memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah." Ia menambahkan: "Jika engkau melihat seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah daÂlam menjaga wiridnya, dan dilanggengkannya dalam keadaan demikian, namun lama ia tidak mendapatkan pertolongan-Nya, maka jangan sampai engkau meremehkan apa yang Allah teÂlah berikan itu kepadanya, hanya karena engkau belum melihat tanda-tanda orang 'arif ataupun cahaya indah seorang pencinta Allah pada diri hamba itu. Kalaulah bukan karunia berupa warÂid, tentu tidak akan ada wirid."
Orang-orang yang sudah memperoleh wirid dengan sendirinya orang itu memilki kepribadian zuhud, dalam arti tidak lagi akan didikte oleh keÂpentingan dunia. Dia sudah diberi kemampuan untuk memilki dirinya sendiri tanpa tergantung kepada kekuatan makhluk. Baginya, cukup denÂgan kasih-sayang Allah Swt. Warid sudah menÂjadi semacam cahaya Tuhan (Nur Allah) yang memantul diri dalam batin dan pikirannya, sehÂingga kekuatan itu menjadi prisai terhadap berÂbagai kemungkaran. Kalaupun mereka tergelinÂcir maka secepatnya ia akan mengendalikan diri, kembali ke jalan yang benar atau yang lebih beÂnar. Warid tidak perlu dicari tetapi akan datang dengan sendirinya ketika amalan dan komitmen wirid dan zikir hamba-Nya betul-betul dijalankan secara konsisten. Berbahagialah orang yang meÂmelihara zikir dan wiridnya.