Demikian pula ketika warga Akuarium digusur sehingga terpaksa mengungsi ke Mesjid Keramat Luar Batang, saya datang untuk memberikan sumbangsih jamu dan air minum dalam botol untuk mengurangi derita mereka yang tergusur ketik. Yang menarik adalah ketika saya mengaja teman-teman saya untuk berkunjung ke Luar Batang, hanya HS Dillon dan Lieus Sungkharisma yang menerima ajakan saya. Yang lain menolak tanpa alasan meski ada beberapa yang menolak dengan alasan Luar Batang sudah dipolitisasi.
Tampaknya politisasi sudah menjadi sedemikian menakutkan sehingga apabila kita menyelamatkan sesama manusia yang akan tenggelam terpaksa kita tunda sampai tidak ada ancaman tuduhan politisasi. Ketika tiba giliran warga Bukit Duri digusur, saya memberikan sedikit dana dukungan untuk menyewa rumah pengungsian bagi warga tergusur.
Sehari sebelum aksi damai 4 November 2016, saya dan ibu Ayla berkunjung ke Masjid Istiqal untuk menyerahkan sumbangsih air minum dalam botol demi mengurangi dahaga para peserta aksi damai yang sudah mulai berdatangan ke Masjid Istiqal. Sesuai ajaran orangtua saya, maka saya sama sekali tidak mengharapkan pujian atas upaya sederhana saya menjunjung tinggi kemanusiaan namun sebenarnya saya juga tidak menduga apalagi mengharapkan bahwa saya malah dihujani hujatan lewat medsos.
Hujatan mulai dari tua bangka bau tanah kurang kerjaan, cari popularitas, pahlawan kesiangan, sok kemanusiaan, pemberontak melawan pemerintah sampai profokator bahkan SARA . Ternyata kecemasan dalam memberikan sumbangsih kemanusiaan bukan hanya diderita saya seorang diri saja sebab pejuang kemanusiaan dari Jeneponto, Sandyawan Sumardi membocorkan rahasia kepada saya bahwa banyak pihak dermawan yang memberikan sumbangsih kemanusiaan mulai dari makanan, minuman, selimut sampai kursi roda untuk para manula korban bencana penggusuran Bukit Duri secara khusus wanti-wanti minta agar identitas mereka dirahasiakan.
Tampaknya para dermawan kuatir perilaku aib mereka ketahuan umum. Rupanya sudah terjadi perubahan nilai-nilai peradaban manusia dalam hal kemanusiaan di masa kini. Memberi sumbangsih yang di masa lalu dianggap termasuk perilaku benar, kini sudah berubah menjadi perilaku keliru sampai perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar jangan sampai ketahuan. Namun jika direnung secara lebih jauh sebenarnya perubahan nilai-nilai peradaban yang mengelirukan perilaku kemanusiaan ada manfaatnya juga.
Akibat perilaku kemanusiaan dianggap keliru maka saya tidak perlu repot-repot memubazirkan enerji lahir-batin untuk peduli nasib kaum miskin, kaum tertindas dan para korban bencana penggusuran sehingga saya bisa menghemat tenaga, biaya dan duwit demi terus serakah memperkaya diri saya sendiri tanpa batasan maksimalnya. Buat apabila peduli nasib rakyat miskin selama saya tidak miskin. Buat apa peduli nasib rakyat tergusur selama saya tidak tergusur. Yang terpenting adalah kepentingan diri saya sendiri. [***]
Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi
BERITA TERKAIT: