Dihujat Akibat Menghargai Umat Islam Indonesia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Kamis, 13 Oktober 2016, 16:04 WIB
Dihujat Akibat Menghargai Umat Islam Indonesia
Jaya Suprana/Net
TERNYATA penghargaan saya terhadap ungkapan peradaban tinggi umat Islam Indonesia dalam menghadapi kasus  pelecehan terhadap kitab suci Al Quran, menuai kritik bahkan hujatan dari berbagai pihak yang tidak setuju saya menghargai umat Islam Indonesia. Aneka hujatan menghujani diri saya  mulai dari cari muka, penjilat, penakut, pengecut, pengkhianat bahkan profokator.   

Semula saya sama sekali tidak menduga bahwa penghargaan saya terhadap umat Islam akan menuai hujatan. Maka saya mencoba mawas diri saya sendiri dengan bahan hujatan yang ditujukan terhadap diri saya. Hujatan cari muka atau penjilat kurang relevan sebab saya sudah memiliki cukup banyak guru yang kebetulan umat Islam seperti almarhum Gus Dur, Cak Nur, Bang Buyung, pak Pardjo mau pun bersahabat dengan Hidayat Nur Wahid, AM Fatwa, Mahfud MD, Salim Said, Emil Salim, Habib Rieziq, Gus Mus, Aagym, Din Syamsuddin, Laode Kamarudiin, Agus Purwodianto, Siti Musdah Mulia, Megawati Soekarnoputeri, Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, BJ Habibie, dan tak terhitung lain-lainnya.  

Akibat saya sudah bersahabat bahkan berguru pada umat Islam Indonesia, saya merasa tidak perlu cari muka apalagi menjilat mereka. Umat Islam Indonesia juga tidak butuh maka sudah kebal jilatan. Namun hujatan penakut dan pengecut memang tepat bagi diri saya. Sebagai insan yang secara jiwaraga sudah berulang kali mengalami prahara huruhara SARA di mana ayah kandung saya ikut jatuh sebagai korban nyawa, saya memang takut bahkan sangat takut prahara huruhara SARA kembali terjadi di Tanah Air tercinta ini.

Ketakutan saya bahkan bukan terbatas pada diri saya saja namun juga terhadap nasib berjuta warga Indonesia yang potensial jatuh sebagai korban sasaran huruhara SARA. Saya benar-benar takut apabila prahara konflik antar umat beragama di Ambon terulang kembali di persada Nusantara. Saya memang pengecut, sebab pada saat huruhara pasti saya ngumpet  akibat tidak akan berdaya melawan amarah para huruharawan  merasa agamanya dilecehkan.

Hujatan pengkhianat kurang tepat, sebab dengan menghargai sikap dan perilaku anti kekerasan umat Islam Indonesia jelas saya tidak berkhianat terhadap siapa pun kecuali pihak yang memang ingin melakukan kekerasan. Hujatan profokator jelas fitnah, sebab saya justru berupaya meredam amarah agar kekerasan jangan sampai meledak dengan menghargai upaya umat Islam Indonesia membawa kasus pelecehan kitab suci Al Quran ke ranah hukum demi menegakkan keadilan di Indonesia. Maka dengan kerendahan hati saya tulus memohon maaf kepada para penghujat saya bahwa meski saya dihujat sampai akhir zaman pun, saya  akan tetap tegar maju tak gentar dalam tulus menghargai dan menghormati sikap umat Islam Indonesia menghindari kekerasan dalam menghadapi pelecehan terhadap kitab suci Al Quran.

Mohon dimaafkan bahwa saya  meyakini bahwa umat Islam Indonesia sudah nyata mengejawantahkan makna luhur yang terkandung di dalam hadits Jihad Akbar di mana Al Sukuni meriwayatkan dari Abu Abdillah Al Shadiq bahwa ketika Nabi Muhammad SAW menyambut pasukan sariyyah kembali setelah memenangkan peperangan, Beliau bersabda: ’Selamat datang wahai orang-orang yang telah melaksanakan jihad kecil tetapi masih harus melaksanakan jihad akbar!’ Ketika orang-orang bertanya tentang makna sabda itu, Rasul SAW menjawab: "Jihad kecil adalah perjuangan menaklukkan musuh. Jihad akbar adalah jihad Al-Nafs, perjuangan menaklukkan diri sendiri!"[***]


Penulis adalah murid Gus Dur dan Cak Nur dalam ikhtiar mempelajari peradaban dan kebudayaan Islam


< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA