WAWANCARA

Nazir Foead: Laporan Masyarakat Dan Perusahaan Tidak Klop, Jadi Kami Turun Ke Lapangan

Sabtu, 10 September 2016, 09:15 WIB
Nazir Foead: Laporan Masyarakat Dan Perusahaan Tidak Klop, Jadi Kami Turun Ke Lapangan
Nazir Foead/Net
rmol news logo Arogansi petugas keamanan perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), yang men­gaku berasal dari Alumni Bela Negara Grup 3 dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dengan melarang masuk tim Badan Restorasi Gambut (BRG) saat melakukan inspeksi men­dadak (sidak) untuk merespons laporan masyarakat terkait adanya indikasi kesalahan da­lam tata kelola lahan dan kanal yang disebut-sebut menguras air perkebunan sagu warga me­nambah daftar panjang negara versus korporasi.

Kejadian itu membuat negara seakan dipaksa tunduk di bawah kendali korporasi. Meskipun belakangan, sudah menyampai­kan permohonan maaf dengan alasan kesalahan prosedur. Tapi, benarkah kejadian semacam ini baru pertama kali terjadi? Simak penuturan Kepala BRG Nazir Foead kepada Rakyat Merdeka berikut ini:

Manajemen RAPP kan su­dah minta maaf, karena kes­alahan petugas keamanannya. Tapi petugas keamanan ini barangkali tentu juga ber­tugas menjalankan perintah atasannya. Itu bagaimana Anda melihatnya?
Saya lihat dari kemarin itu, betul memang Satpam-nya ng­gak cooperative. Karena mesti­nya ketika diberitahu ada yang datang dari pemerintah, dari pemerintah kan biasa datang untuk melakukan pengawasan ya. Karena Satpam itu memang harus kontak ke atasannya. Untuk cek dan segala macam.

Apa satpam itu mengontak atasannya?
Yang kemarin itu memang Satpam nya tidak mau melaku­kan. Ya repot mereka sendiri sekarang kan.

Kabarnya, perusahaan ini sudah beberapa kali disurati oleh BRG, tapi tidak dihirau­kan. Itu benar?

Bukan. Informasi dari masyarakat kan datangnya bulan Juni ya. Setelah dapat laporan dari masyarakat bulan Juni, kita kirim tim lapangan dan tim sosial turun, setelah mendapatkan informasi. Ya setelah itu kita panggil perusahaannya ke kan­tor BRG.

Apa mereka datang?
Mereka datang.

Kapan itu?

Bulan Agustus. Awal (bulan) tanggal dua itu. Melaporkan bagaimana kejadiannya. Apa yang telah mereka lakukan dan seterusnya.

Bagaimana laporan perusa­haannya, apa sesuai dengan fakta di lapangan?
Tentu laporan dari masyarakat dan perusahaan tidak klop ya. Jadi kemudian kami turun ke lapangan ngecek langsung pada September kemarin. Jadi selama ini sebetulnya perusahaannya cooperative. Ketika ke lapangan kok malah petugas keamanan­nya mengambil sikap yang merugikan mereka sendiri.

Hasil temuan lapangan bagaimana, apa benar ada masalah?

Indikasinya demikian. Karena lokasi bukaan baru mereka itu, menurut data yang kami terima baik dari masyarakat ataupun dari tim ahli kami dari Universitas Riau, tapi kami memberikan kesempatan kepada mereka untuk mema­parkan.

Ada batas waktu yang diberikan?
Oh nggak, ini kita cek data dulu, kita verifikasi langsung, kita tanyai. Selanjutnya baru ada instruksi atau perintah dari pemerintah untuk perusahaan.

Sebelum di RAPP, apa Anda pernah juga mendapatkan intimidasi atau penghadangan ketika melakukan investigasi ke lahan perusahaan?

Belum pernah.

Masak sih?
Tapi selama ini... Ini yang pertama kali.

Sejauh ini, temuan BRG ada berapa banyak sebenarnya lahan perkebunan yang pen­gelolaan gambutnya masih bermasalah?
Saya bisa katakan dari jumlah hektaran ya, kita lihat verifikasi ada 1,2 juta hektar ya kubah gambut yang sudah terbuka dan ada kanalnya itu di dalam chip perusahaan.

Berapa perusahaan itu?
Berapa perusahaan, saya tidak ingat. Tapi totalnya me­mang ada 1,2 juta hektar kubah gambut.

Itu sebagian besar diman­faatkan sebagai lahan perke­bunan apa?

Yang banyak itu, di HTI dan perkebunan sawit.

HPH?
Di HPH sedikit sekali. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA